uploading... 0%
  • Kopi Arabika Toba
  • SUMATERA UTARA
  • 2 Desember 2021
  • ID G 000000106

Karakteristik

Kriteria mutu produk yang dihasilkan oleh MPIG-KARTOB  pada prinsipnya mendasarkan pada ketentuan SNI yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Kriteria mutu fisik a.              Kopi beras (green bean) Biji Kopi Arabika Toba diarahkan tergolong dalam mutu 1 (Grade 1) dan mutu 2 (Grade 2) menurut standar SNI. Mutu 1 yaitu jumlah nilai cacatnya (physical defect) tidak melebihi angka 11, kadar air maksimum 12,5%, kadar kotoran maksimum 5%, bebas dari serangga hidup, serta tidak berbau busuk, tidak berbau kapang, dan bebas dari bau asing (bahan kimia, karung bekas dll.). Mutu 2 yaitu jumlah nilai cacatnya (physical defect) 12-25, kadar air maksimum 12,5%, kadar kotoran maksimum 8%, bebas dari serangga hidup, serta tidak berbau busuk, tidak berbau kapang, dan bebas dari bau asing (bahan kimia, karung bekas dll.). b.             Kopi Sangrai (roasted bean) Derajat sangrai Kopi Arabika Toba antara sedang atau medium sampai dengan medium tua, kadar air maksimum 7%, dan kadar abu maksimum 5%. Warna kopi sangrai adalah mulai dari coklat muda sampai dengan coklat tua. Kopi sangrai bebas dari cacat-cacat bau utama seperti busuk (stinker), terjadi proses peragian (fermented), kapang/jamur (mouldy), bahan kimia (chemical), obat-obatan (medicinal), kotor/debu (dirty), tengik (rancid), dan teroksidasi (oxidized). Kopi sangrai saat dicium terkesan segar (fresh) dan bersih (clean). c.              Kopi Bubuk (ground coffee) Derajat kehalusan bubuk Kopi Arabika Toba berkisar dari halus (fine), sedang (medium), dan kasar (coarse). Sesuai dengan standar SNI.01.3542.2004 pada kopi bubuk kadar air maksimum 7%, dan kadar abu maksimum 5%. Warna kopi bubuk adalah coklat muda sampai dengan coklat tua. Kopi bubuk bebas dari bau busuk, bauk kapang, bau tengik, dan bau asing lainnya (misal bau bahan kimia). Kopi bubuk saat dicium terkesan segar (fresh) dan bersih (clean). Kopi bubuk bebas dari cacat, bau dan citarasa utama seperti busuk (stinker), terjadi proses peragian (fermented), kapang/jamur (mouldy), tanah yang menyengat (earthy), kayu lapuk (woody), minyak bumi (oily), karung bekas (baggy), bahan kimia (chemical), obat-obatan (medicinal), kotor/debu (dirty), tengik (rancid), dan teroksidasi (oxidized). Seduhan kopi bubuk memberikan citarasa cukup kental sampai kental (medium to full body), perisa kompleks (complex flavour), rasa asam rendah sampai sedang (light to medium acidity), rasa berimbang (balance), rasa cokelat susu sampai cokelat hitam (milk chocolate to dark chocolate), dan rasa karamel. Intensitas masing-masing komponen citarasa dapat beragam tergantung derajat sangrai dan cara penyeduhan. Kopi Arabika asal Toba telah terkenal dan dipasarkan bukan hanya di wilayah Sumatera Utara tetapi juga ke berbagai pasar termasuk pasar ekspor, tetapi tidak dikenal sebagai Kopi Arabika Toba, melainkan dikenal dengan berbagai nama yang disebut oleh pedagangnya, hal tersebut sangat merugikan pelaku usaha kopi di Toba. Karena itu maka pelaku usaha dan Pemerintah Daerah Kabupaten Toba bermaksud untuk memunculkan nama Kopi Arabika Toba dengan kualitas dan mutu citarasa nya yang khas. Hasil uji fisik yang dilakukan oleh Puslitkoka Jember terhadap 4 sampel Kopi Arabika Toba dapat dilihat pada tabel dibawah ini (terlampir). Dari hasil uji fisik yang dilakukan oleh PUSLITKOKA Indonesia di Jember terhadap sampel Kopi Arabika Toba, dapat dilihat bahwa Kopi Arabika Toba termasuk Mutu I standar SNI  dengan kadar air dibawah 12 %, biji berukuran sedang dan besar. Contoh sampel dari Lumban Gaol Habinsaran tidak dikenal kelas mutunya karena kadar   airnya lebih dari 12.5%, diharapakan kedepan Kopi Toba akan diarahkan untuk mencapai kualitas kopi dengan mutu I dan mutu II berdasarkan standar SNI. Kelas mutu dan syarat mutu yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional dapat dilihat pada tabel berikut. Kriteria Mutu Citarasa (organoleptic) a.              Kopi biji (green bean) Mutu citarasa Kopi Arabika Toba mengacu pada metode uji citarasa yang dilakukan oleh Laboratorium Pengujian Mutu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PUSLITKOKA) Indonesia di Jember (Jawa Timur) sebagai ringkasan laporan dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat disimpukan bahwa Kopi Arabika Toba merupakan kopi Arabika yang termasuk kelas mutu kopi Specialty (Specialty Grade), dengan nilai tiap komponen mulai dari Very good sampai Excellent, dan tanpa cacat citarasa. b.             Kopi Sangrai (roasted bean) Kopi sangrai bebas dari cacat-cacat bau utama seperti busuk (stinker),  terjadi proses peragian (fermented), kapang/jamur (mouldy), bahan kimia (chemical), obat-obatan (medicinal), kotor/debu (dirty), tengik (rancid), dan teroksidasi (oxydized), Kopi sangrai saat dicium terkesan segar (fresh) dan bersih (clean). c.       Kopi bubuk (ground coffee) Kopi bubuk saat dicium terkesan segar (fresh) dan bersih (clean). Kopi bubuk bebas dari cacat-cacat bau dan citarasa utama seperti busuk (stinker), terjadi proses peragian (fermented), kapang/jamur (mouldy), tanah yang menyengat (earthy), kayu lapuk (woody), minyak bumi (oily), karung bekas (baggy), bahan kimia (chemical), obat-obatan (medicinal), kotor/debu (dirty), tengik (rancid), dan teroksidasi (oxydized). Seduhan kopi bubuk memberikan citarasa cukup kental sampai kental (medium to full body), perisa kompleks (complex flavor), rasa asam rendah sampai sedang (light to medium acidity), rasa berimbang (balance), rasa coklat susu sampai coklat hitam (milk chocolate to dark chocolate), dan rasa karamel (caramel). Intensitas masing-masing komponen citarasa dapat beragam tergantung derajat sangrai dan cara penyeduhan. Dari hasil uji yang Kopi Arabika Toba dapat digambarkan profil citarasa sebagaimana gambar berikut (terlampir).Rekapan hasil uji lengkap terhadap komponen-komponen profil citarasa Kopi Arabika Toba sebagaimana tersaji dalam tabel 3 berikut ini (terlampir).

Lingkungan

Faktor Alam a.             Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Toba memiliki luas wilayah 202.180 ha atau 3,19% dari total luas Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba berada pada 2°03' - 2°40' Lintang Utara dan 98°56' - 99°40' Bujur Timur. Kabupaten Toba terletak pada wilayah dataran tinggi dengan ketinggian antara 300 – 2.200 meter diatas permukaan laut, dengan topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu datar, landai, miring dan terjal.  Struktur tanahnya labil dan terletak pada wilayah gempa tektonik dan vulkanik. Kabupaten Toba adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia, Ibu kota Balige. Kabupaten Toba merupakan satu dari tujuh kabupaten yang mengelilingi Danau Toba, yang merupakan danau terluas di Indonesia. Batas-batas administratif wilayah Kabupaten Toba adalah: -       Batas Bagian Utara      : Kabupaten Simalungun -       Batas Bagian Selatan    : Kabupaten Tapanuli Utara -       Batas Bagian Timur      : Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten  Asahan -       Batas Bagian Barat       : Danau Toba dan Kabupaten Samosir. Kabupaten Toba terdiri dari 16 Kecamatan dan 231 desa serta 13 kelurahan, dengan jumlah penduduk sebanyak 180.694 jiwa (BPS 2018), dimana sekitar 85% penduduk Kabupaten Toba bermata pencaharian dari sektor pertanian. Peta wilayah administratif Kabupaten Toba terdapat pada Gambar berikut (terlampir) Kabupaten Toba terletak pada wilayah dataran tinggi, dengan ketinggian antara 800-2.200 meter diatas permukaan laut. Topografi secara umum terdiri dari daerah bergelombang dan berbukut yang diselingi oleh dataran yang relatif rata serta berbatasan langsung dengan Danau Toba. Kondisi kelerengan atau tofografi wilayah Kabupaten Toba sangat variatif yaitu: datar (0-8%), berombak (8-15%), bergelombang (15-25%), curam (25-40%), dan terjal/bergunung (> 40%). b.            Iklim Suhu udara rata-rata di Kabupaten Toba adalah 25,5 °C dengan suhu terendah 21,1°C dan suhu tertinggi 31,5°C. Sementara itu berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan bahwa kelembaban rat-rata berkisar antara 81% - 88%. Rata-rata curah hujan dalam 1 (sartu) tahun yaitu 152.08 mm dengan curah hujan tertinggi 358 mm terdapat pada bulan Nopember. Sedangkan rata-rata hari hujan dalam 1 (satu) tahun terdapat pada bulan Oktober dan Nopvember sebesar 24 hari hujan. Curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Toba dapat dilihat pada Tabel 4 berikut (terlampir)   c.             Tanah Wilayah geografis Kabupaten Toba umumnya terdiri dari 3 (tiga) jenis tanah yaitu andisol, inceptisol dan ultisol. Ketiga jenis tanah ini dimanfaatkan oleh masyarakat Toba dengan berbagai kegiatan untuk mendukung kehidupannya. Inceptisol merupakan areal terluas sedangkan ultisol merupakan wilayah terkecil di Kabupaten Toba. Hasil analisis fisik dan kimia tanah dari 4 contoh tanah yang berasal dari 4 lokasi pertanaman kopi arabika penghasil Kopi Arabika Toba yang terdapat di Kabupaten Toba yang diuji di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) di Bogor, dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Secara umum berdasarkan hasil analisi kimia tanah sampel pertanaman Kopi Arabika Toba, kandungan unsur hara tanah memiliki: - Kandungan unsur C yang tinggi sampai sangat tinggi - Kandungan unsur N yang sedang sampai tinggi - Kandungan unsur P sangat rendah - Kandungan unsur K yang rendah sampai sangat tinggi - Kandungan unsur Ca yang sangat rendah sampai rendah - Kandungan unsur Mg yang sangat rendah sampai rendahSehingga secara umum dapat dikatakan bahwa tanah di Kabupaten Toba memiliki kandungan hara penting yang bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi, untuk itu perlu penambahan pupuk yang sesuai untuk dapat memenuhi kebutuhan tanaman kopi. Tekstur tanah pada lokasi sampel pada umumnya tanah berpasir yang dapat kita lihat pada tabel dibawah ini (terlampir) 

Batas Wilayah

Uraian batas wilayah dalam bab ini dapat dibagi 2 bagian, yaitu wilayah produksi kopi yang ada di Kab. Toba dan wilayah yang masuk dalam Wilayah Indikasi Geogrfais Kopi Arabika Toba, dimana anggota kelompok di wilayah ini sudah memproduksi kopi sesuai standar yang ditentukan dalam Dokumen Deskripsi IG Kopi Arabika Toba. 4.1     Wilayah Produksi Kopi di Kab. TobaKawasan produksi Kopi Arabika Toba secara administratif terletak di Kabupaten Toba. Adapun sentra utamanya adalah Kecamatan Ajibata, Lumbanjulu, Balige, Tampahan, Silaen, Parmaksian, Siantar Narumonda, Habinsaran, Borbor, dan Nassau. Kawasan produksi tersebut dibatasi oleh ketinggian tempat minimum 1.000 mdpl. Berdasarkan batasan tersebut kecamatan-kecamatan yang potensial untuk pengembangan Kopi Arabika Toba antara lain Kecamatan Sigumpar, Uluan, Bonatua Lunasi, Porsea, Pintupohan Meranti dan Kecamatan Laguboti. Data luas areal tanaman Kopi Arabika Toba Tahun 2019 dapat kita lihat pada tabel dibawah ini (terlampir). 4.2         Kawasan Indikasi Geografis Kopi Arabika Toba  Kondisi tanah dan iklim di dataran tinggi Toba sangat cocok untuk penanaman kopi arabika, karena memenuhi sebagian besar syarat tumbuh tanaman kopi arabika. Kopi arabika menghendaki kondisi iklim sebagai berikut:-                Tinggi tempat optimum antara 900 – 1.600 mdpl-                Suhu udara rata-rata antara 16-22 °C-                Curah hujan rata-rata antara 1.000-1.500 mm per tahun-                Jumlah bulan basah rata-rata 9 bulan-                Jumlah bulan kering rata-rata 3 bulanFaktor pembatas pertanaman kopi arabika di Toba adalah curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun, kondisi ini mempengaruhi perilaku pembungaan dan pembuahan. Adapun kondisi tanah yang sesuai untuk pertanaman kopi arabika adalah gembur dengan sifat-sifat fisik baik, drainase baik, kemasaman tanah (pH) antara 4,7-5,3, subur dengan lapisan topsoil >30 cm. Sebagian besar tanah di kawasan produksi kopi arabika di Toba memenuhi persyaratan ini.   Dari gambar peta wilayah IG Kopi Arabika Toba (terlampir), dapat kita lihat bahwa ada 10 kecamatan dari 16 kecamatan di Kabupaten Toba yang masuk wilayah IG  Kopi Arabika Toba yaitu Kecamatan Ajibata, Lumbanjulu, Parmaksian, Siantar Narumonda, Balige, Tampahan, Silaen, Nassau, Borbor dan Habinsaran.  Di dalam pengusulan IG Kopi Arabika Toba, ketinggian lokasi pertanaman antara 1.000 – 1.600 mdpl, sehingga pada saat ini hanya 10 kecamatan yang memenuhi syarat.  Luas areal yang potensial untuk pengembangan budidaya Kopi Arabika Toba di atas ketinggian 1.000 mdpl diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan minat dan semangat petani menanam kopi cukup tinggi. Jika terjadi penambahan jumlah kecamatan di kemudian hari, maka akan dilakukan usulan revisi Dokumen Deskripsi. Data Luas Pertanaman Kopi yang masuk dalam Wilayah IG Kopi Arabika dapat kita lihat pada tabel dibawah ini (terlampir).

Sejarah

5.1.       SejarahDi Sumatera Utara, kopi arabika pada mulanya di tanam luas di Daerah Mandailing sehingga dikenal dengan kopi Mandheling, Tanaman kopi tersebut kemudian dibawa oleh para misionaris Belanda sampai ke Tanah Batak Toba dan ditanam di dataran tinggi pinggiran Danau Toba yang dikenal dengan nama “Kopi Arab”. Tanaman kopi ini berkembang dengan baik di dataran tinggi sekitaran Danau Toba. Menurut informasi dari para tetua dan tokoh masyarakat, bahwa pada saat penjajahan Belanda, saat pembukaan jalan dari Daerah Balige ke Muara dan Bakkara, Belanda memperkenalkan kopi kepada masyarakat untuk di tanam. Tanaman kopi merupakan komoditi andalan Propinsi Sumatera Utara disamping komoditi lainnya seperti kelapa sawit, kakao dan karet. Lahan pertanaman kopi arabika di Propinsi Sumatera Utara berada di daerah dataran tinggi berkisar antara 900 m dpl-1.650 m dpl yang tersebar di beberapa kabupaten. Lahan pertanaman kopi pada umumnya dikelola oleh rakyat atau petani yang disebut dengan istilah perkebunan rakyat. Selama beberapa dasawarsa terakhir ini beberapa petani kopi arabika di wilayah Provinsi Sumatera Utara mulai mengembangkan kopi arabika berperawakan katai.  Kopi arabika katai ini dikenal dengan ciri memiliki pupus daun berwaarna hijau dan pupus daun berwarna cokleat kemerahan. Kopi arabika katai yang pupus berwarna hijau berasal dari Aceh Tengah atau sering disebut “kopi ateng”, sedangkan kopi arabika yang pupus daunnya berwarna cokelat kemerahan disebut dengan “kopi sigarar utang”. Kopi arabika sigararutang telah tersebar luas di beberapa kabupaten di wilayah Provinsi Sumatera Utara seperti di Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, karo, Simalungun, dairi, tapanuli selatan dan Mandailing Natal. Pertanaman kopi arabika sudah membawa dampak positif terhadap peningkatan ekonomi masyarakat petani kopi.Kopi arabika varietas Sigararutang merupakan jenis kopi yang dominan di wilayah Propinsi Sumatera Utara, jenis kopi ini kemungkinan hasil seleksi alam dari kopi katai yang ditanam petani di Sumatera Utara. Secara genetic tanaman ini belum diketahui asal-usulnya, diduga merupakan keturunan hasil persilangan antara varietas typica dengan varietas tipe kate yang terjadi secara alami. Kopi Sigararutang ini diyakini sebagai sumber penghasilan (income) yang baik bagi petani, karena jenis kopi ini cepat berbuah dan berbuah sepanjang tahun sehingga bisa digunakan keperluan ibu-ibu untuk belanja rumah tangga sehari-hari dan juga dapat digunakan untuk membayar hutang, hal ini lah yang menyebabkan kopi ini dijuluki sebagai kopi sigararutang (kopi pembayar hutang).5.2.       Adat IstiadatPada umumnya masyarakat Toba sebelum, saat dan sesudah beraktivitas akan sesalu di damping minuman kopi, karena masyarakat Toba telah mengenal budaya minum kopi sejak dahulu, hal ini terbukti dari istilah kedai kopi (warung kopi) yang sudah sangat memasyarakat. Kedai kopi merupakan tempat untuk bertukar informasi sembari bermain catur dikalangan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.Kopi yang diminum oleh masyarakat Toba pada umumnya adalah kopi robusta, minum kopi arabika masih jarang. Salah satu penyebabnya adalah bahwa ada mitos di sebagian anggota masyarakat, khusunya generasi tua yang menyatakan kopi arabika sebagai bahan misiu, sehingga kalau diminum bisa membuat perut meledak. Namun pada akhir-akhir ini pemahaman itu sudah mulai berubah, masyarakat khusunya generasi muda telah menkonsumsi kopi arabika karena sudah memiliki pengetahuan tentang komoditas kopi yang lebih baik.Di Kabupaten Toba secara keseluruhan luas pertanaman kopi pada Tahun 2020 mencapai 5.792,47 Ha. Pengerjaan lahan tersebut membutuhkan tenaga kerja yang sangat banyak, khusunya pada musim panen. Tanaman kopi di Toba memiliki 2 (dua) masa musim panen raya yaitu pada bulan Apri-Mei dan bulan Oktober-Nopember. Setiap puncak panen di lakukan 4-5 kali pemetikan dengan selang waktu 10 hari. Di luar dua kali puncak panen tersebut tetapada buah kopi yang matang (merah) tetapi dalam jumlah kecil yang disebut istilah “panen leles”. Petani kopi pada umumnya menjual kopi kepada pengumpul berupa kopi merah dan/atau kopi gabah setengah kering.Upah tenaga kerja harian panen kopi di Kabupaten Toba pada saat ini (2020) sebesar Rp. 85.000 selama 6 jam kerja, dengan hasil panen yang diperoleh sekitar 30 Kg kopi merah per orang pada saat puncak panen.  Dengan tingginya upah kerja ini, maka seluruh anggota keluarga akan bekerja di ladang kopi masing-masing dan menggaji petani yang bukan petani kopi. Pengolahan kopi secara tradisional pada masyarakat Toba dilakukan secara manual, yakni buah kopi merah dikeringkan dan setelah kering ditumbuk pada suatu wadah yang disebut lesung, sehingga menghasilkan kopi biji (green bean). Kopi biji digongseng dikuali dengan pemanasan dari api kayu bakar sampai matang atau berwarna coklat kehitaman (kopi sangrai) lalu ditumbuk di dalam lesung sampai menjadi bubuk kopi, biasanya pengolahan ini dilakukan untuk keperluan keluarga sendiri.

Proses Produksi

6.         Uraian Proses Produksi 6.1     Budidaya Tanaman Kopi 6.1.1  Varietas dan Pembiakan Tanaman Varietas yang banyak ditanam di Toba adalah Tipika dan S 795. Varietas –varietas ini masih bertahan meski pun jumlahnya sangat sedikit. Adapun varietas yang banyak ditanam di Toba adalah kelompok Catimori, yaitu hasil perkawinan antara Cattura dan Bastar Timor, yang memiliki perawakan (habitus) pendek. Varietas-varietas keturunan Catimor yang ditanam adalah sigarar utang, komasti dan andung sari 1. Beberapa petani sudah mulai menanam varietas yang memiliki perawakan tinggi, yaitu Gayo 1 dan Gayo 2. Sampai saat ini para petani melakukan pembiakan tanaman secara generatif, yaitu menggunakan biji. Cara ini digunakan karena sifat pembungaan tanaman Kopi Arabika adalah menyerbuk sendiri dan mudah dilakukan. 6.1.2   Penyediaan dan penyemaian benih Pemerintah telah membangun Kebun Induk Sumber Benih Kopi Arabika pada Tahun 2018 untuk mendukung ketersediaan benih kopi arabika di Kabupaten Tob, akan tetapi sampai saat ini belum bisa di sertifikasi menjadi kebun sumber benih karena belum cukup umur. Pada Tahun 2019, Kabupaten Toba telah menperoleh Ijin Usaha Perkebunan (Produksi Benih) Nomor: 520.33/410/DIS PMP PTSP/5/I.8/III/2019 (surat ijin terlampir), sehingga sejak Tahun 2019 Pemerintah Kabupaten Toba telah mandiri dalam  produksi bibit kopi arabika siap tanam dan dibagikan secara gratis kepada petani kopi yang tergabung dalam kelompok tani. Sumber benih di peroleh dari kebun sumber benih Kopi Arabika Siarang-arang Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat proses persiapan benih antara lain: -            &nb sp;    Mutu Benih -            &nb sp;    Persemaian -       &nbsp ;         Pemeliharaan -  &nbsp ;              Umur Bibit -            &nb sp;    Ciri-ciri bibit siap tanam Mutu benih sangat menetukan keberhasilan usaha perkebunan kopi. Apabila mutu benih tidak bagus maka akan mengakibatkan tanaman kopi rentan terhadap hama dan penyakit ataupun juga akan mengalami pertumbuhan dan produksi kopi tidak sebaik yang diharapkan. Ciri-ciri benih yang bermutu baik adalah sebagai berikut: -                 Benih berasal dari sumber benih yang jelas asal usulnya -            & nbsp;   Benih masih baru (tidak lebih dari 3 bulan) -            &n bsp;   Daya kecambah benih diatas 80% -            &nbsp ;   Tidak terdapat pea berry (biji lanang) -            & nbsp;   Tidak cacat dan tidak terserang hama penyakit Proses persiapan  benih bermutu  adalah dengan cara memanen biji kopi yang sudah masak sempurna (biji merah penuh) kemudian dikupas secara manual ataupun menggunakan mesin pengupas (pulper) kopi gabah yang diperoleh kemudian direndam dalam air, dilakukan sortasi, biji yang mengambang dipisahkan dari biji yang tenggelam. Biji yang tenggelam diambil, dicuci sampai lendirnya habis dan kemudian dikering anginkan ditempat terbuka tapi tidak boleh terkena sinar matahari langsung. 6.1.3   Persemaian Tahap-tahap pembuatan persemaian Kopi Arabika adalah: a.         Tanah di cangkul sedalam 30 cm, dibersihkan dari rumput, akar, kayu dan bebatuan b.        Buat lubang tanah (bak) sedalam 15 cm dengan lebar lubang 1,2 m, sedangkan panjangnya disesuaikan dengan kondisi tanah c.         Lubang yang sudah dipersiapkan diisi dengan media pasir halus dengan ketebalan 15 cm d.        Pembuatan naungan selebar dan sepanjang lubang (bak) yang sudah disediakan e.         Benih kopi direndam dengan air hangat selama ± 48 jam lalu ditiriskan dan disemaikan pada bak persemaian yang sudah dipersiapkan sebelumnya dengan halus selam 45-60 hari f.         Penyemaian benih dilakukan dengan cara membenamkan benih kedalam pasir sedalam ± 1,0 cm, jarak tanam benih 1 x 4 cm, bagian biji yang datar diletakkan di sebalah bawah, kemudian ditutup pasir sampai rata g.        Bedengan disiram air secukupnya secara berkala dan jika terjadi serangan hama dan penyakit segera dikendalikan h.        Setelah kecambah mencapai stadium daun kupu-kupu (kepelan) dipindahkan kedalam polybag yang sudah dipersiapkan (polybag berisi kompos dan tanah topsoil yang sudah diaduk merata dan di ayak) i.          Pemindahan benih ke polybag dilakukan dengan menggunakan alat pencongkel dari bambu agar akar tunggang tidak putus, jika terjadi akar tunggang yang bengkok harus dipotong diatas titik bengkok j.          Polybag ditata rapi di areal pembibitan yang sudh dipersiapkan yang diberi naungan yang menggunakan sarlon net (para net). 6.1.4   Pemeliharaan bibit Pemeliharaan pembibitan dilakukan antara lain sebagai berikut: a.         Penyiraman, dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, kecuali hari hujan. b.        Pengendalian gulma dilakukan sesuai kebutuhan secara manual. c.         Pemupukan dilakukan sebanyak 2 bulan sekali dengan dosis pupuk tergantung kebutuhan tanaman. d.        Pengendalian  hama dan penyakit dilakukan secara terpadu sesuai dengan kebutuhan e.         Bibit yang dalam polybag dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur sekurangnya 6 bulan sejak pemindahan ke polybag. f.         Syarat bibit kopi siap tanam adalah umur bibit minimum 6 bulan dan maksimum 12 bulan (1 tahun) semenjak penanaman di polybag, jumlah daun normal 6 – 8 daun, tinggi bibit ˃ 30 cm dan bibit sudah mengeluarkan minimum 1 (satu) cabang primer.   6.2         Persiapan Lahan Untuk Penanaman 6.2.1  Pembukaan Lahan Saat pengerjaan tanah kita harus memperhatikan keadaan tanah, baik mengenai tingkat kesuburan tanah, tirai tanahnya dan bekas tanaman dilahan tersebut. Jenis tanah yang subur pertanaman kopi dapat langsung ditanami pada saat tanah dalam keadaan basah, tetapi apabila tanah kurang subur, maka perlu dikembalikan kesuburan tanah tersebut dengan cara hijaunisasi. Dengan kemajuan mekanisasi pertanian, pengolahan lahan dapat dilakukan dalam waktu cepat dan optimal dengan menggunakan alat dan mesin pertanian. Pembukaan lahan baru dianjurkan untuk mengolah tanah secara keseluruhan dengan tujuan untuk menggemburkan tanah dan membalikkan tanah agar tanah menjadi gembur dan mudah dikerjakan. Lahan untuk pertanaan kopi arabika disiapkan minimal 8 bulan sebelum bertanam. Setelah lahan diolah dan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman, selanjutnya dilakukan penetapan ajir tanaman dan diikuti dengan pembuatan teras dan lubang tanam.  Pembersihan lahan dengan cara membakar tidak di anjurkan karena akan mengurangi kesuburan tanah. Lahan yang miring perlu dilakukan pembuatan teras dan pembuatan rorak untuk mencegah erosi yang dapat mengakibatkan hilangnya lapisan tanah atas (topsoil) sehingga kesuburan tanah akan cepat menurun. Membuat teras dapat dilakukan dengan cara: a.           Pada lahan dengan kemiringan ˂15% cukup dibuat teras individu yang di ikuti pembuatan guludan atau pematang penahan air. b.          Pada lahan dengan kemiringan ˃15% harus dibuat teras bangku yaitu dengan cara memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk seperti bangku yang tersusun keatas atau bertangga. Pada tanah yang mudah longsor perlu ditanami pohon penguat pada bibir teras. Rorak atau lubang angina dibuat setelah bibit ditanam dan diutamakan pada lahan yang miring. Teras dibuat sejajar dengan kontur tanah yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran lahan dan antara rorak yang satu dengan rorak lain disebut. 6.2.2  Pembuatan Lubang Tanam a.    Lahan dibersihkan dari semak, hasil pembersihan dikumpulkan di suatu tempat sebagai bahan kompos, dan dihindari pembakaran dari sisa-sia hasil tebasan. b.    Lahan yang sudah dibersihkan dilakukan pemancangan dan pengajiran sesuai tata tanam yang dirancang. c.    Pembuatan lubang dibuat dengan ukuran minimum 60 cm x 60 cm x 60 cm. d.   Lapisan tanah atas (top soil) dikumpulkan pada satu sisi dan terpisah dari tanah lapisan bawah, tanah lapisan atas kelak dikembalikan kelubang tanam setelah dicampur dengan kompos dan pupuk dasar e.    Lubang dibuat 2-6 bulan sebelum bibit kopi ditanam. f.     Pada lubang tanaman diberikan pupuk dasar berupa kompos 5,0 Kg sampai 10,0Kg per lubang atau pupuk SP36 sebanyak 150 gr per lubang. g.    Penutupan lubang dilakukan 2 – 3 minggu sebelum bibit di tanam. h.    Jarak tanam dibuat bervariasi sesuai maksud dan tujuan masing-masing petani untuk tanaman monokultur atau tumpangsari. Jarak tanam yang sering dipakai petani adalah 2 m x 3 m, 2 m x 4 m, 2.5 m x 3 m dan 3 m x 3 m 6.2.3  Penanaman Pohon Pelindung Tanaman pelindung sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kopi, serta mutu cita rasa kopi. Tanaman pelindung antara lain berfungsi untuk mengatur intensitas penyinaran yang cocok untuk tanaman kopi (sekitar 60%), mengurangi risiko serangan embus upas (frost), sumber bahan organik untuk pupuk atau pakan ternak, menekan pertumbuhan gulma, sumber kayu bakar (energi terbarukan), mengurangi serangan hama dan penyakit tanaman, sebagai tanaman penjalar (vanili, lada, dll.), menjaga keragaman hayati, serta mengurangi risiko pemanasan global. Cara mengurangi pengaruh negatif tersebut semaksimal mungkin yaitu dengan menanam pohon penaung yang memiliki sifat-sifat antara lain perakaran dalam sehingga tidak menjadi saingan hara dan air dengan tanaman kopi, tidak menjadi inang bagi hama/penyakit tanaman kopi, mampu mengikat unsur Nitrogen dari udara, menghasilkan banyak bahan organik (hijauan ternak), menghasilkan kayu bakar, dan memberikan nilai ekonomi untuk menambah pendapatan petani. Di Kabupaten Toba sangat jarang menggunakan tanaman penaung sementara, hal ini karena sifat curah hujan yang merata sepanjang tahun dan sering sekali berawan. Tanaman naungan tetap banyak digunakan petani kopi di Toba adalah sengon (Albizia falcataria), gamal (Gliricidea sp.), Lamtoro (Leucaena sp.), dan dadap (Erythrina sp.). Penanaman naungan dilakukan 4 - 6 bulan sebelum bibit kopi ditanam. Sistem tanam tanaman naungan disesuaikan dengan sistem pertanaman kopi, dengan arah Utara – Selatan. Perbandingan pohon naungan dengan tanaman kopi di Toba adalah 1:10. Pada tanah miring yang menggunakan teras tanaman naungan ditanam pada pinggiran teras untuk memperkuat teras. Letak tanaman naungan berada diantara barisan tanaman kopi. Setelah tanaman penaung berumur sekitar 1 tahun, perlu dilakukan pengaturan naungan dengan tujuan untuk memberikan cukup cahaya matahari pada tanaman kopi agar dapat merangsang pertumbuhan generatif tanaman kopi, memperbaiki aerasi (pertukaran udara) dalam tajuk tanaman kopi, mengatur kelembaban udara di dalam areal pertanaman. Kelembaban udara yang tertalu tinggi dapat menyebabkan keguguran buah dan mendorong perkembangan penyakit tanaman.  Pengaturan naungan dapat dilakukan dengan cara mengurangi kerapatan cabang dan daun tanaman penaung dan penjarangan tanaman untuk mengurangi populasi tanaman penaung. Penjarangan dilakukan secara sistematis apabila pohon kopi telah saling menutup dan tumbuh baik. Populasi akhir tanaman penaung dipertahankan 300 – 600 pohon per hektar.         6.3     Persiapan Tanam dan Penanaman a.    Sebelum bibit ditanam perlu dilakukan pengajiran ulang agar tanaman kopi memiliki jarak tanam yang tepat dan lurus seperti yang direncanakan. b.    Bibit ditananam pada saat musim hujan dan tanaman penaung sudah berfungsi. c.    Penanaman bibit dilakukan sedalam 30 cm, bagian dasar polybag dipotong setebal 1,0 cm untuk mencegah terjadinya akar tunggang bengkok, dan selanjutnya polybag dibuka. d.   Polybag bekas selanjutnya ditaruh di ajir lubang tanam untuk memastikan bahwa polybag benar benar sudah dilepas dari bibit dan dikumpulkan agar tidak menjadi bahan pencemar lingkungan. e.    Penyulaman dilakukan 1–2 bulan setelah tanam, dengan menggunakan bibit yang seumur dengan bibit yang ditanam di areal pertanaman. f.     Bibit untuk penyulaman perlu disediakan sebanyak 5% dari jumlah bibit yang ditanam.   6.4     Pemeliharaan Tanaman 6.4.1  Pemupukan Pupuk sangat bermanfaat untuk menghasilkan kondisi tanaman yang sehat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap lingkungan dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), meningkatkan jumlah dan kualitas produksi tanaman, dan mengurangi fluktuasi produksi setelah panen raya. Efek pemupukan terhadap produksi tanaman baru terlihat pada tahun kedua setelah pemupukan, karena pada tahun pertama pupuk digunakan untuk pertumbuhan vegetatif. Pemupukan dilakukan berdasarkan kriteria lima tepat, yaitu: tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, tepat tempat, dan tepat cara. Dosis pupuk ditentukan berdasar umur tanaman, produktivitas tanaman, serta kondisi tanah dan iklim. Waktu pemberian pupuk adalah 3 kali per tahun, yaitu setiap 4 bulan sekali. Pupuk diberikan pada jarak sekitar 75 cm dari pangkal batang secara melingkar. Alur untuk penempatan pupuk dibuat sedalam ± 5 cm. Dosis umum pemupukan yang digunakan seperti tertera pada Tabel berikut.  Tata cara pemupukan juga sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah, cara pemupukan dianjurkan agar telebih dahulu membuat rorak. Rorak dibuat dengan cara menggali tanah disekitar tanaman dengan jarak kurang lebih 60 cm dari batang kopi, panjang rorak 125 cm, lebar 40 cm, dan kedalam 40 cm. Contoh pembuatan rorak dapat dilihat pada gambar 16. 6.4.2  Pemangkasan Pemangkasan tanaman kopi bertujuan untuk menjaga agar pertanaman kopi produktif dan berkelanjutan dengan upaya sebagai berikut: a.              Memperoleh cabang-cabang buah yang baru secara berkelanjutan dan dalam jumlah yang optimal. b.           &nbsp ; Membentuk tanaman agar tetap rendah sehingga memudahkan pemeliharaan dan panen. c.            & nbsp; Mempermudah masuknya cahaya kedalam tanaman kopi untuk merangsang pembentukan bunga. d.             Membuang cabang-cabang tua yang tidak/kurang produktif, agar zat hara dapat disalurkan kepada cabang muda yang lebih produktif. e.           &nb sp;  Mempermudah pengendalian hama/penyakit. f.          &nbsp ;   Mengurangi terjadinya fluktuasi produksi yang tajam. g.             Mengurangi risiko karena kekeringan.   Cara pemangkasan kopi Arabika dilakukan dengan dua cara yaitu pangkas batang tunggal (terutama untuk varietas-varietas tipe tinggi) dan pangkas batang ganda (terutama untuk varietas-varietas tipe pendek). Pemangkasan pada tanaman kopi ada 3 macam yaitu: a.            & nbsp; Pangkas bentuk, bertujuan untuk membentuk kerangka pohon menjadi bentuk yang diinginkan, meliputi pemotongan ujung/pucuk tanaman dan cabang pohon. Pangkas bentuk pada tanaman kopi Arabika, dilakukan dengan memenggal ujung/pucuk tanaman pada ketinggian antara 160 –180 cm dari permukaan tanah. Untuk tanaman yang lemah, pemenggalan dilakukan 2 –3 kali, yaitu dengan menumbuhkan batang susulan yang disebut bayonet. Bayonet ditumbuhkan dari tunas air (wiwilan) yang paling atas. Tinggi bayonet pertama antara 120 –140 cm, dan bayonet kedua antara 160 –180 cm. Pembuangan wiwilan yang tidak dipelihara dilakukan secara berkala, pada saat tunas masih muda dan lunak sehingga dapat dibuang secara manual.         b.     &n bsp;       Pangkas produksi, bertujuan untuk mendapatkan keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan generatif, meliputi pemotongan cabang-cabang tidak produktif. Pangkas produksi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: ·      Pemangkasan cabang adventif (cabang balik, cabang cacing) dan cabang tua yang disebut tidak produktif. ·      Pemangkasan cabang “laki-laki‟ (cabang yang tumbuh ke atas), ·      Pemangkasan wiwilan pada waktu tanaman masih kecil. ·      Pemangkasan cabang yang terserang hama/penyakit dan cabang kering. Pangkas produksi dilakukan 3 – 4 kali setahun, yaitu pada awal musim hujan dan pada pertengahan musim hujan. c.            & nbsp; Pangkas rejuvenasi (pangkas peremajaan), bertujuan untuk mempermudah batang/tanaman, sekaligus untuk meremajakan tanaman yang sudah tua. Pangkas rejuvinasi dilakukan dengan memotong batang (stump) setinggi 40 cm dari tanah pada menjelang musim hujan. Di antara sejumlah wiwilan yang tumbuh hanya dipelihara 1 –2 batang saja yang terbaikbaik untuk selanjutnya dipelihara menjadi batang pengganti. Tanah disekeliling tanaman yang telah dipangkas peremajaan dicangkul dan dipupuk untuk merangsang pertumbuhan tanaman. Pemangkasan rejuvenasi sebaiknya dilakukan pada akhir suatu panen besar, agar bisa memperkecil pengurangan produksi.   6.5     Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) 6.5.1  Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr) atau PBKo Hama ini mengakibatkan biji kopi berlubang dan terjadinya cacat citarasa. Pengendalian hama ini dilakukan dengan tindakan-tindakan sanitasi, kultur teknis, menggunakan perangkap, dan menggunakan musuh alami. Sanitasi dimasudkan untuk memutus daur hidup PBKo dengan cara melakukan petik bubuk, lelesan, dan racutan. Petik bubuk memetik buah-buah kopi yang masak awal, baik yang terserang PBKo maupun tidak. Buah-buah hasil petik bubuk direndam dalam air panas (60°c) selama 5 menit untuk membunuh larva yang terdapat dalam buah kopi. Lelesan, yaitu pemungutan semua buah kopi yang jatuh di tanah, baik yang terserang PBKo maupun tidak. Racutan, yaitu tindakan memetik semua buah kopi yang berukuran lebih dari 5 mm pada saat akhir panen. Pengendalian PBKo secara kultur teknis dilakukan dengan cara pengaturan naungan. Naungan yang gelap menyebabkan intensitas serangan PBKo, oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan tajuk tanaman penaung yang baik agar dapat meningkatkan masuknya sinar matahari dan memperbaiki aerasi di dalam tajuk tanaman kopi. Pengendalian dengan cara menggunakan perangkap sudah mulai banyak dilakukan oleh para petani. Alat perangkap dan atraktan yang banyak digunakan adalah Brocap Trap dan Hypotan. Musuh alami yang digunakan untuk pengendalian PBKo di Tanah Karo adalah jamur Beuveria bassiana. Dosis yang digunakan adalah 2,50 kg biakan padat per ha dan penyemprotan sebaiknya dilakukan pada sore hari. 6.5.2  Kutu coklat (Saesetia coffeae) Hama ini merusak jaringan tanaman kopi yang masih muda dengan cara menusuk dan menghisap cairan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan tanaman. Kutu ini mengeluarkan cairan gula, yang mengundang semut untuk datang dan membantu penyebaran telur. Pengendalian dilakukan langsung terhadap kutu maupun terhadap semut untuk mencegah penularan ke tanaman lain. Pengendalian terhadap kutu dilakukan secara kultur teknis melalui pengaturan pohon pelindung untuk menjaga kelembaban udara di areal pertanaman tidak kurang dari 70 %. Pengendalian secara kimia menggunakan pestisida sistemik misalnya yang berbahan aktif methidathion dan BBMC.  Pengendalian semut dilakukan secara kimia insektisida butiran atau tepung berbahan aktif carbofuran. 6.5.3   Penggerek batang merah (Zeuzera coffeae) Larva Zeuzera coffeae menggerek batang tanaman kopi yang masih muda (± 3 tahun), adapun gerekannya melingkar sehingga batang di bagian atas akan mati dan mudah patah. Pengendalian dilakukan dengan dengan cara mekanis, yaitu memotong batang yang terserang. Batang terserang yang sudah dipotong dibelah dan dicari larvanya kemudian dibunuh.   6.5.4   Penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) Penyakit ini sangat merugikan karena daun yang terserang parah akan gugur sehingga pohon kopi menjadi gundul dan berakibat pada penurunan produksi dan mutu, bahkan tanaman dapat mati. Pengendalian penyakit karat daun dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: -                  Menanam varietas-varietas kopi Arabika yang tahan dan/atau toleran terhadap penyakit karat daun misal Andungsari 1, Komasti, Sigarar Utang, Gayo 1, dan Gayo 2. -                  Penanaman kopi menggunakan pohon penaung, karena pada penyakit ini akan berkembang lebih baik pada tanaman kopi yang terbuka yang mendapatkan sinar matahari penuh. Penggunaan fungisida secara selektif dapat juga dilakukan dengan sangat hati-hati. Fungisida yang banyak digunakan adalah yang mengandung tembaga (Cu). Sedangkan fungisida sistemik yang dapat digunakan adalah yang berbahan aktif triadimefon dan triadimenol. Penggunaan pestisida sistemik hanya dibenarkan maksimum 2 kali dalam setahun.   6.5.5   Penyakit jamur upas (Corticium salmonicolor) Jamur upas dapat menyerang batang, cabang, dan/atau ranting mulai pada bagian bawah. Serangan yang parah dapat mematikan tanaman. Gejala serangan berupa kerak yang berwarna merah jambu, dan pada tingkatan serangan berikutnya kulit dibawah kerak membusuk, dan jamur terlihat berwarna merah pada sisi yang lebih kering. Penyakit ini banyak dijumpai di Toba, khususnya pada kebun-kebun yang tidak terawat baik. Pengendalian penyakit ini dilakukan antara lain dengan cara: -            &nb sp;    Memangkas tanaman pelindung atau mengurangi ranting kopi yang tidak produktif. -           &nbs p;     Membakar batang, cabang, dan ranting yang terinfeksi untuk mencegah penularan. -           &nbs p;     Cabang yang terserang pada tinkat gawal (tingkat sarang laba-laba) diolesi dengan fungisida Calixin RM.   6.5.6   Penyakit bercak hitam (Cercospora caffeicola) Penyakit ini dapat dijumpai di pembibitan maupun di pertanaman dengan gejala awal berupa bercak-bercak berwarna coklat kemerahan dan selanjutnya bercak akan berwarna hitam pada permukaan-permukaan daun, ranting muda, dan buah. Serangan yang lebih parah biasanya terjadi pada organ-organ tanaman yang mendapat sinar matahari penuh. Serangan pada buah menyebabkan kulit mengering dan keras sehingga sukar dikupas. Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan cara: -            &nb sp;    Secara kultur teknis menanam tanaman penaung di ladang pertanaman kopi dan memasang para net (atap sarlon) di pembibitan. -           &nb sp;     Secara mekanis mengumpulkan organ-organ tanaman yang terserang dan dibakar untuk mencegah perluasan infeksi. -                  Secara kimiawi dilakukan penyemprotan fungisida yang mengandung bahan aktif tembaga (Cu) dan/atau mankozeb.   6.5.7   Penyakit akar coklat (Fomes noxius) dan penyakit akar hitam (Rosellinia bunodes) Jamur akar coklat dan jamur akar hitam biasanya hanya menyerang akar tunggang dan akar yang besar. Tanaman yang terserang daunnya tampak menguning selanjutnya rontok dan tanaman mati. Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan cara tanaman yang terserang parah dibongkar sampai ke akar-akarnya dan dibakar. Dibuat lubang isolasi pada pohon yang telah dibongkar. Pada bekas tanaman yang dibongkar, ditaburkan belerang sebanyak 150 –200 gram/ lubang.   6.5.8  Penyakit rebah batang (Rizoctonia solani) di pembibitan Rebah batang (dumping off) merupakan penyakit yang berbahaya di pembibitan karena dapat menular dalam waktu singkat dan menyebabkan kematian bibit. Pengendalian penyakitnya dilakukan dengan cara: -            &nb sp;    Menjaga kebersihan tempat pembibitan, mengatur sinar matahari (tidak terlalu gelap), dan memberikan aerasi yang baik. -            &nb sp;    Pencegahan dilakukan dengan aplikasi fungisida tembaga setiap tiga hari sekali, dan jika sudah terlihat timbul gejala serangan dilakukan penyemprotan dengan fungisida berbahan aktif mankozeb.   6.5.9   Pengendalian Gulma Gulma adalah tanaman-tanaman yang tidak dikehendaki keberadaannya dalam areal pertanaman, karena menyebabkan persaingan dalam mendapatkan hara dan air serta dapat menjadi inang hama dan penyakit yang dapat mempengaruhi tanaman utama. Gulma merupakan OPT penting di Kabupaten Toba karena pertumbuhannya sangat cepat sebagai akibat sifat curah hujan yang merata sepanjang tahun. Pengendalian gulma dianjurkan secara manual dan mekanis secara hati-hati agar tidak sampai merusak tanaman kopi. Penyiangan dilakukan sebanyak 5 – 6 kali/tahun. Pengendalian secara kultur teknis dilakukan dengan menggunakan tanaman penaung, khususnya untuk mengendalikan gulma-gulma keras seperti alang-alang dan rumput-rumput menahun. Pengunaan Herbisida tidak dianjurkan di kelompok tani Kopi Arabika Toba. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan demi kesinambungan usaha sekaligus menghindari terjadinya cemaran herbisida pada kopi biji. Kalaupun harus menggunakan herbisida yang sementara ini masih bisa ditolerir, maka sifatnya insidentil dan hanya menggunakan herbisida kontak dengan dosis anjuran serta tidak boleh mengenai tanaman kopi. 7            &nb sp;  Panen dan Pengolahan Pasca Panen 7.1.                  Panen Kopi Arabika mulai berbunga pada umur kurang lebih 2 tahun.  Tanaman kopi berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga sepanjang tahun juga petani dapat memanennya.  Jangka waktu berbunga sampai menjadi buah masak memerlukan waktu 7-12 bulan.  Masa panen puncak kopi Arabika di Kabupaten Toba terjadi dua kali dalam satu tahun, yaitu puncak pertama terjadi pada bulan Maret sampai April dan puncak panen kedua biasanya terjadi pada bulan Oktober–November. Di antara kedua puncak tersebut terdapat panen selang yang jumlahnya sedikit. Panen kopi biasanya dilakukan oleh para petani setiap dua minggu sekali. Pemanenan dilakukan secara manual dengan memetik buah yang masak saja, berwarna merah tua, agar dapat menghasilkan kopi yang berkualitas. Pemetikan dilakukan secara hati-hati agar tidak ada bagian pohon/cabang/ranting yang rusak. Buah yang dipanen harus segera diproses pada hari yang sama untuk menghindari terjadinya fermentasi yang dapat menyebabkan munculnya aroma tidak enak dan jamur yang akan menurunkan mutu kopi. Sortasi kematangan buah dilakukan dengan memisahkan buah masak normal dengan buah–buah lain seperti buah busuk, buah hitam, buah mentah, buah kering, dan kotoran. Buah yang dapat diolah menjadi Kopi Arabika Toba adalah buah-buah yang minimal 90 % merah dengan maksimal tercampur 8% buah yang kuning, tanpa ada buah hijau, buah hitam, buah busuk dan buah berlubang. Sortasi selanjutnya dilakukan dengan cara merendam buah di dalam air. Buah-buah yang mengambang dipisahkan dan diolah tersendiri menjadi kopi dengan kualitas rendah. Hanya buah kopi yang tenggelam saja yang dapat diolah menjadi Kopi Arabika Toba.   7.2         Pengola han Pasca Panen Hulu Pengolahan pasca panen hulu dimaksudkan untuk mengolah buah kopi hasil petik menjadi kopi biji (green bean).  Pengolahan pasca panen hulu menggunakan cara olah basah giling basah (OBGB) atau sering disebut dengan istilah wet hulled, ada pula yang menyebut semi washed atau semi dried dan dengan cara olah basah giling kering (OBGK) atau disebut juga dengan istilah Full wash. 7.2.1   Proses Olah Basah Giling Basah (OBGB) a.             Buah kopi merah (buah kopi merah harus minimal 90%, maksimal 10% buah kopi kuning) yang sudah melalui sortasi kematangan buah dan sortasi perendaman, selanjutnya dikupas kulit merahnya menggunakan alat pengupas kulit atau pulper. b.             Biji kopi berkulit tanduk basah ditampung dalam wadah dan selanjutnya dimasukkan ke dalam karung. Kulit merah hasil pengupasan dikumpulkan untuk dijadikan kompos yang akan digunakan untuk memupuk tanaman kopi. c.             Biji kopi berkulit tanduk basah yang telah dimasukkan ke dalam karung disimpan selama sekitar (12-36) jam agar terjadi fermentasi. d.         &nbsp ;  Biji berkulit tanduk basah yang sudah selesai difermentasi selanjutnya dicuci dengan air bersih sampai kulitnya terasa kesat. Air yang digunakan adalah air yang mengalir. Apabila tidak terdapat sumber air yang mengalir, pencucian dilakukan secara bertahap minimal pada tiga wadah pencucian yang berisi air bersih. Pada saat pencucian biji-biji yang mengapung dipisahkan. e.           &n bsp; Biji berkulit tanduk basah yang sudah dicuci bersih selanjutnya dijemur beralaskan terpal atau para-para atau diatas lantai jemur yang bersih. Selama penjemuran dilakukan pembalikan beberapa kali agar biji kering merata. f.               Dalam kondisi mendung atau hujan dan malam hari jemuran diangkat dan diangin-anginkan di tempat beratap. g.          &nb sp;  Pengeringan selesai setelah biji kopi dijemur atau dikeringkan selama 1–2 hari. Pada saat itu kadar air pada kulit tanduk biji telah mencapai sekitar (35-40) %, tetapi kadar air pada biji kopi bagian dalamnya atau yang disebut juga biji labu masih sekitar (35-40) %. Biji kopi tanduk yang dihasilkan pada tahap ini disebut biji kopi tanduk setengah kering. h.             Pengolahan buah kopi merah menjadi biji kopi tanduk setengah kering umumnya dilakukan langsung oleh petani. Selanjutnya kopi tanduk setengah kering dijual ke pengumpul hasil atau kepada pedagang. i.             & nbsp; Di UPH (Unit Pengolah Hasil), biji kopi tanduk setengah kering, selanjutnya digiling untuk memisahkan kulit tanduk menggunakan mesin huller. j.             & nbsp; “Kopi labu‟ (kopi biji basah) yang dihasilkan selanjutnya dijemur menggunakan alas terpal atau para-para sampai mencapai kadar air mencapai 12 %. Kopi biji (green bean) yang dihasilkan melalui proses ini terlihat berwarna hijau kebiruan. k.           &nbs p; Kopi biji yang belum disortasi seringkali disebut dengan istilah kopi asalan. Kopi asalan (samsam) selanjutnya disortasi untuk memperoleh ukuran yang seragam dan memilahkan biji-biji cacat untuk mendapatkan tingkat Mutu 1 (menurut SNI) dan nilai uji citarasa minimum 80 (standar SCA). l.            &n bsp;  Selanjutnya kopi biji mutu 1 (grade 1) setelah dinyatakan lulus pemeriksaan kebenaran asal dan kebenaran mutu oleh Tim Pengawas Mutu (TPM), dimasukkan kedalam karung baru yang bersih bertanda IG Kopi Arabika Toba. Ukuran kemasan disesuaikan dengan permintaan konsumen. m.           Kopi yang telah dikemas selanjutnya dikirim kepada pemesan, atau diambil oleh pembeli, atau disimpan dalam gudang penyimpanan untuk persediaan.   7.2.2   Proses Olah Basah Giling Kering (OBGK) a.             Buah cherry yang dipanen direndam terlebih dahulu dan melakukan sortir terhadap biji yang terapung dan tenggelam, lalu dikupas dengan menggunakan alat pengupas (pulper) b.           &nbsp ; Gabah kopi selanjutnya direndam di bak atau ember selama 12, 24, atau 36 jam untuk proses fermentasi c.           &nb sp; Setelah proses fermentasi, gabah kopi dicuci dengan air bersih kemudian dijemur di para-para atau diatas terpal di lantai jemur dalam rumah penjemuran (greenhouse) sampai kadar air 12-13%. d.            Untu k memperoleh Kopi Beras, kopi gabah di kupas menggunakan mesin huller dan dijemur kembali sampai kadar air mencapai 12 %. e.             Kop i biji yang belum disortasi seringkali disebut dengan istilah kopi asalan. Kopi asalan (samsam) selanjutnya disortasi untuk memperoleh ukuran yang seragam dan memilahkan biji-biji cacat untuk mendapatkan tingkat Mutu 1 (menurut SNI) dan nilai uji citarasa minimum 80 (standar SCA). f.            &n bsp; Selanjutnya kopi biji mutu 1 (grade 1) setelah dinyatakan lulus pemeriksaan kebenaran asal dan kebenaran mutu oleh Tim Pengawas Mutu (TPM), dimasukkan kedalam karung baru yang bersih bertanda IG Kopi Arabika Toba. Ukuran kemasan disesuaikan dengan permintaan konsumen. g.             Kopi yang telah dikemas selanjutnya dikirim kepada pemesan, atau diambil oleh pembeli, atau disimpan dalam gudang penyimpanan untuk persediaan. Secara umum masyarakat petani kopi Arabika Toba menggunakan mesin pengupas kulit merah yang dinamakan pulper dan mesin pengupas kulit tanduk yang disebut deng huller.     7.3         Penyimpanan kopi beras (green bean) a.    Penyimpanan dalam bentuk kopi biji (green bean) dilakukan dalam kemasan karung yang baru dan bersih dalam ruangan yang beraerasi baik, beralas papan (pallet) dan tumpukan tidak menyentuh dinding gudang. b.    Gudang penyimpanan bebas dari barang-barang bukan kopi, benda-benda berbau tajam, serta binatang (tikus, serangga, dan lain sebagainya). c.    Barang yang masuk, disimpan, dan keluar dari gudang dicatat dengan baik.   7.4          Pengola han Pasca Panen Hilir 7.4.1   Pengolahan kopi sangrai (roasting) a.              Kopi yang akan di sangrai adalah kopi beras (green bean) yang telah lulus pengujian mutu Kopi Arabika Toba oleh Tim Pengawas Mutu (TPM), dan secara fisik tergolong ke dalam Mutu 1 dan mutu 2 menurut SNI dengan skor citarasa minimum 80 (tergolong mutu spesialti). b.           &n bsp; Alat sangrai yang digunakan harus memenuhi syarat keamanan pangan (food grade) dan bersih. c.             Derajat sangrai mulai dari sedang berwarna terang (medium light) sampai dengan tua berwarna tua gelap (dark) sesuai dengan permintaan pasar masing-masing produsen, umumnya kopi Arabika Toba disangrai sampai mencapai derajat sangrai sedang berwarna gelap atau derajat sangrai tua berwarna terang. d.            Kopi sangrai yang telah mencapai derajat sangrai yang diinginkan, selanjutnya didinginkan pada suhu kamar. e.           & nbsp; Setelah kopi sangrai dingin dan dikering anginkan pada suhu kamar selama 6 – 8 jam, pada saat ini dilakukan sortasi terhadap biji-biji kopi sangrai yang mutunya kurang bagus. f.              Biji kopi sangrai yang telah selesai dikering anginkan siap untuk dikemas atau digiling menjadi kopi bubuk. g.           & nbsp; Sebelum dikemas atau digiling menjadi bubuk kopi sangrai diambil contoh dan dilakukan uji mutu fisik dan citarasa. h.           &nbs p; Pengemasan kopi sangrai dilakukan dalam berbagai ukuran sesuai dengan yang dikehendaki pasar menggunakan aluminium foil yang memenuhi syarat keamanan pangan. i.             & nbsp; Untuk kemasan kopi sangrai dalam waktu lebih dari 1 bulan menggunakan kemasan yang dilengkapi dengan kelep (valve) agar mutu citarasanya bertahan lebih lama. j.            &n bsp;  Pada kemasan kopi sangrai dicantumkan tanda Indikasi Geografis, dan tanda atau logo lainnya. k.           &nbsp ; Kopi sangrai yang telah dikemas selanjutnya dikirimkan kepada pembeli atau diambil oleh pemesan. Kopi sangrai yang tidak langsung dijual disimpan untuk persediaan (stock).   7.4.2   Pengolahan kopi bubuk (ground coffee)   a.             Mesin penggiling atau pembubuk (grinder) yang digunakan menggunakan bahan-bahan yang memenuhi syarat keamanan pangan dalam keadaan bersih. Pada pengolahan tradisional dapat juga digunakan alat berupa lesung, alu dan saringan b.           &nbsp ; Tingkat kehalusan kopi bubuk disesuaikan dengan permintaan pasar masing-masing produsen. c.           &nbs p; Sebelum dikemas kopi bubuk dikering anginkan dulu selama 1–2 jam pada suhu kamar. d.            Pengemasan menggunakan kantong plastik atau aluminium foil atau kemasan lain yang yang memenuhi standar keamanan pangan, adapun ukurannya bervariasi sesuai dengan permintaan pasar. e.             Pada kemasan kopi bubuk dicantumkan tanda Indikasi Geografis, dan tanda atau logo lainnya. f.           &nbsp ;  Kopi bubuk yang telah dikemas selanjutnya dikirimkan kepada pembeli atau diambil oleh pemesan. Kopi bubuk yang tidak langsung dijual dilakukan penyimpan sebagai persediaan (stock). 7.5         Penyimpanan kopi sangrai dan kopi bubuk a.    Pengemasan disesuaikan permintaan pasar dengan menjaga kualitas produk tetap fresh dan bersih b.    Ruang simpan memenuhi kaidah-kaidah keamanan pangan. c.    Kemasan di dalam ruang simpan yang sudah kedaluwarsa tidak dijual. Kopi yang disimpan sebelum dipasarkan dilakukan uji citarasa terlebih dahulu.

Data tidak ditemukan.

Kembali