Karakteristik
Kriteria mutu produk
yang dihasilkan oleh MPIG-KARTOB pada
prinsipnya mendasarkan pada ketentuan SNI yang ditetapkan oleh Badan
Standarisasi Nasional.
Kriteria mutu
fisik
a.
Kopi beras (green
bean)
Biji
Kopi Arabika Toba diarahkan tergolong dalam mutu 1 (Grade 1) dan mutu 2 (Grade
2) menurut
standar SNI. Mutu 1 yaitu
jumlah nilai cacatnya (physical defect)
tidak melebihi angka 11, kadar air maksimum 12,5%, kadar kotoran maksimum 5%,
bebas dari serangga hidup, serta tidak berbau busuk, tidak berbau kapang, dan
bebas dari bau asing (bahan kimia, karung bekas dll.). Mutu 2 yaitu jumlah
nilai cacatnya (physical defect)
12-25, kadar air maksimum 12,5%, kadar kotoran maksimum 8%, bebas dari serangga
hidup, serta tidak berbau busuk, tidak berbau kapang, dan bebas dari bau asing
(bahan kimia, karung bekas dll.).
b.
Kopi Sangrai (roasted bean)
Derajat
sangrai Kopi Arabika Toba antara sedang atau medium sampai dengan medium tua,
kadar air maksimum 7%, dan kadar abu maksimum 5%. Warna kopi sangrai adalah
mulai dari coklat muda sampai dengan coklat tua. Kopi sangrai bebas dari
cacat-cacat bau utama seperti busuk (stinker),
terjadi proses peragian (fermented),
kapang/jamur (mouldy), bahan kimia (chemical), obat-obatan (medicinal), kotor/debu (dirty), tengik (rancid), dan teroksidasi (oxidized).
Kopi sangrai saat dicium terkesan segar (fresh)
dan bersih (clean).
c.
Kopi Bubuk (ground coffee)
Derajat
kehalusan bubuk Kopi Arabika
Toba berkisar dari halus (fine),
sedang (medium), dan kasar (coarse). Sesuai dengan standar SNI.01.3542.2004 pada
kopi bubuk kadar air maksimum 7%, dan kadar abu maksimum 5%. Warna kopi bubuk
adalah coklat muda sampai dengan coklat tua. Kopi bubuk bebas dari bau busuk,
bauk kapang, bau tengik, dan bau asing lainnya (misal bau bahan kimia). Kopi
bubuk saat dicium terkesan segar (fresh) dan bersih (clean). Kopi bubuk bebas dari
cacat, bau dan citarasa utama seperti busuk (stinker), terjadi proses peragian
(fermented), kapang/jamur (mouldy), tanah yang menyengat (earthy),
kayu lapuk (woody), minyak bumi (oily), karung bekas (baggy),
bahan kimia (chemical), obat-obatan (medicinal), kotor/debu (dirty),
tengik (rancid), dan teroksidasi (oxidized). Seduhan kopi bubuk
memberikan citarasa cukup kental sampai kental (medium to full body),
perisa kompleks (complex flavour), rasa asam rendah sampai sedang (light
to medium acidity), rasa berimbang (balance), rasa cokelat susu
sampai cokelat hitam (milk chocolate to dark chocolate), dan rasa karamel. Intensitas
masing-masing komponen citarasa dapat beragam tergantung derajat sangrai dan
cara penyeduhan.
Kopi Arabika
asal Toba telah terkenal dan dipasarkan bukan hanya di wilayah
Sumatera Utara tetapi juga ke berbagai pasar termasuk pasar ekspor, tetapi
tidak dikenal sebagai Kopi Arabika Toba, melainkan dikenal
dengan berbagai nama yang disebut
oleh pedagangnya, hal tersebut sangat
merugikan pelaku usaha kopi di Toba. Karena itu maka pelaku usaha dan Pemerintah Daerah Kabupaten Toba bermaksud
untuk memunculkan nama Kopi Arabika
Toba dengan kualitas dan mutu citarasa
nya yang khas. Hasil uji fisik yang dilakukan oleh Puslitkoka Jember terhadap
4 sampel Kopi Arabika Toba dapat dilihat pada tabel dibawah ini (terlampir).
Dari
hasil uji fisik yang dilakukan oleh
PUSLITKOKA Indonesia di Jember terhadap sampel Kopi Arabika Toba,
dapat dilihat bahwa Kopi Arabika Toba termasuk Mutu I
standar SNI dengan kadar air dibawah 12 %, biji berukuran sedang dan besar. Contoh sampel dari Lumban Gaol
Habinsaran tidak dikenal kelas mutunya karena kadar airnya
lebih dari 12.5%, diharapakan kedepan
Kopi Toba akan diarahkan untuk mencapai kualitas kopi dengan mutu I dan mutu II berdasarkan standar SNI.
Kelas mutu dan syarat mutu yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional dapat
dilihat pada tabel
berikut.
Kriteria
Mutu Citarasa (organoleptic)
a.
Kopi biji (green bean)
Mutu
citarasa Kopi Arabika Toba mengacu pada metode uji citarasa yang dilakukan oleh
Laboratorium Pengujian Mutu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PUSLITKOKA) Indonesia di
Jember (Jawa Timur) sebagai ringkasan laporan dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat disimpukan bahwa
Kopi Arabika Toba merupakan kopi Arabika yang termasuk kelas mutu kopi Specialty (Specialty Grade),
dengan nilai tiap komponen mulai dari Very good
sampai
Excellent,
dan tanpa cacat citarasa.
b.
Kopi Sangrai (roasted bean)
Kopi
sangrai bebas dari cacat-cacat
bau utama seperti busuk (stinker), terjadi
proses peragian (fermented),
kapang/jamur (mouldy), bahan kimia (chemical), obat-obatan (medicinal), kotor/debu (dirty), tengik (rancid), dan teroksidasi (oxydized),
Kopi sangrai saat dicium terkesan segar (fresh)
dan bersih (clean).
c. Kopi bubuk (ground coffee)
Kopi
bubuk saat dicium terkesan segar (fresh) dan bersih (clean). Kopi
bubuk bebas dari cacat-cacat bau dan citarasa utama seperti busuk (stinker),
terjadi proses peragian (fermented),
kapang/jamur (mouldy), tanah yang
menyengat (earthy), kayu lapuk (woody), minyak bumi (oily), karung bekas (baggy), bahan kimia (chemical), obat-obatan (medicinal),
kotor/debu (dirty), tengik (rancid), dan teroksidasi (oxydized). Seduhan kopi bubuk memberikan
citarasa cukup kental sampai kental (medium
to full body), perisa kompleks (complex
flavor), rasa
asam rendah sampai sedang (light to
medium acidity), rasa berimbang (balance),
rasa coklat susu sampai coklat hitam (milk
chocolate to dark chocolate), dan rasa karamel (caramel). Intensitas masing-masing komponen citarasa dapat beragam
tergantung derajat sangrai dan cara penyeduhan.
Dari hasil uji yang Kopi Arabika Toba dapat digambarkan profil citarasa
sebagaimana gambar berikut (terlampir).Rekapan hasil uji lengkap terhadap
komponen-komponen profil citarasa Kopi Arabika Toba sebagaimana tersaji dalam
tabel 3 berikut ini (terlampir).
Lingkungan
Faktor
Alam
a.
Kondisi
Umum Wilayah
Kabupaten
Toba memiliki luas wilayah 202.180 ha atau 3,19% dari total luas Provinsi
Sumatera Utara. Kabupaten Toba berada pada 2°03' - 2°40' Lintang Utara dan
98°56' - 99°40' Bujur Timur. Kabupaten Toba terletak pada wilayah dataran
tinggi dengan ketinggian antara 300 – 2.200 meter diatas permukaan laut, dengan
topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu datar, landai, miring dan
terjal. Struktur tanahnya labil dan terletak
pada wilayah gempa tektonik dan vulkanik. Kabupaten Toba adalah salah satu
Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia, Ibu kota Balige. Kabupaten
Toba merupakan satu dari tujuh kabupaten yang mengelilingi Danau Toba, yang
merupakan danau terluas di Indonesia.
Batas-batas
administratif wilayah Kabupaten Toba adalah:
-
Batas Bagian Utara : Kabupaten Simalungun
-
Batas Bagian Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara
-
Batas Bagian Timur : Kabupaten Labuhan Batu dan
Kabupaten Asahan
-
Batas Bagian Barat : Danau Toba dan Kabupaten Samosir.
Kabupaten
Toba terdiri dari 16 Kecamatan dan 231 desa serta 13 kelurahan, dengan jumlah
penduduk sebanyak 180.694 jiwa (BPS 2018), dimana sekitar 85% penduduk
Kabupaten Toba bermata pencaharian dari sektor pertanian. Peta wilayah
administratif Kabupaten Toba terdapat pada Gambar berikut (terlampir)
Kabupaten
Toba terletak pada wilayah dataran tinggi, dengan ketinggian antara 800-2.200
meter diatas permukaan laut. Topografi secara umum terdiri dari daerah bergelombang
dan berbukut yang diselingi oleh dataran yang relatif rata serta berbatasan
langsung dengan Danau Toba. Kondisi kelerengan atau tofografi wilayah Kabupaten
Toba sangat variatif yaitu: datar (0-8%), berombak (8-15%), bergelombang
(15-25%), curam (25-40%), dan terjal/bergunung (> 40%).
b.
Iklim
Suhu
udara rata-rata di Kabupaten Toba adalah 25,5 °C dengan suhu terendah 21,1°C dan
suhu tertinggi 31,5°C. Sementara itu berdasarkan hasil pengukuran yang
dilakukan bahwa kelembaban rat-rata berkisar antara 81% - 88%. Rata-rata curah
hujan dalam 1 (sartu) tahun yaitu 152.08 mm dengan curah hujan tertinggi 358 mm
terdapat pada bulan Nopember. Sedangkan rata-rata hari hujan dalam 1 (satu)
tahun terdapat pada bulan Oktober dan Nopvember
sebesar 24 hari hujan. Curah
hujan dan hari hujan di Kabupaten Toba dapat dilihat pada Tabel 4 berikut (terlampir)
c.
Tanah
Wilayah geografis Kabupaten Toba umumnya terdiri dari
3 (tiga) jenis tanah yaitu andisol, inceptisol dan ultisol. Ketiga jenis tanah
ini dimanfaatkan oleh masyarakat Toba dengan berbagai kegiatan untuk mendukung
kehidupannya. Inceptisol merupakan areal terluas sedangkan ultisol merupakan
wilayah terkecil di Kabupaten Toba. Hasil analisis fisik dan kimia tanah dari 4
contoh tanah yang berasal dari 4 lokasi pertanaman kopi arabika penghasil Kopi
Arabika Toba yang terdapat di Kabupaten Toba yang diuji di laboratorium Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) di Bogor, dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Secara umum berdasarkan hasil analisi kimia tanah
sampel pertanaman Kopi Arabika Toba, kandungan unsur hara tanah memiliki:
- Kandungan unsur C yang tinggi sampai sangat tinggi
- Kandungan unsur N yang sedang sampai tinggi
- Kandungan unsur P sangat rendah
- Kandungan unsur K yang rendah sampai sangat tinggi
- Kandungan unsur Ca yang sangat
rendah sampai rendah
- Kandungan unsur Mg yang sangat
rendah sampai rendahSehingga secara umum dapat dikatakan bahwa tanah
di Kabupaten Toba memiliki kandungan hara penting yang bervariasi dari sangat
rendah sampai sangat tinggi, untuk itu perlu penambahan pupuk yang sesuai untuk
dapat memenuhi kebutuhan tanaman kopi. Tekstur
tanah pada lokasi sampel pada umumnya tanah berpasir yang dapat kita lihat pada
tabel dibawah ini
(terlampir)
Batas Wilayah
Uraian batas
wilayah dalam bab ini dapat dibagi 2 bagian, yaitu wilayah produksi kopi yang
ada di Kab. Toba dan wilayah yang masuk dalam Wilayah Indikasi Geogrfais Kopi
Arabika Toba, dimana anggota kelompok di wilayah ini sudah memproduksi kopi
sesuai standar yang ditentukan dalam Dokumen Deskripsi IG Kopi Arabika Toba. 4.1 Wilayah Produksi Kopi di Kab. TobaKawasan produksi Kopi Arabika
Toba secara administratif terletak di Kabupaten Toba. Adapun sentra utamanya adalah
Kecamatan Ajibata, Lumbanjulu, Balige, Tampahan, Silaen, Parmaksian, Siantar
Narumonda, Habinsaran, Borbor, dan Nassau. Kawasan produksi tersebut dibatasi
oleh ketinggian tempat minimum 1.000 mdpl. Berdasarkan batasan tersebut
kecamatan-kecamatan yang potensial untuk pengembangan Kopi Arabika Toba antara
lain Kecamatan Sigumpar, Uluan, Bonatua Lunasi, Porsea, Pintupohan Meranti dan
Kecamatan Laguboti. Data luas areal tanaman Kopi Arabika Toba Tahun 2019 dapat
kita lihat pada tabel dibawah ini
(terlampir). 4.2
Kawasan Indikasi
Geografis Kopi Arabika Toba Kondisi
tanah dan iklim di dataran tinggi
Toba sangat cocok untuk penanaman kopi arabika, karena memenuhi sebagian besar
syarat tumbuh tanaman kopi arabika. Kopi arabika menghendaki kondisi iklim
sebagai berikut:-
Tinggi tempat optimum
antara 900 – 1.600 mdpl-
Suhu udara rata-rata
antara 16-22 °C-
Curah hujan rata-rata
antara 1.000-1.500 mm per tahun-
Jumlah bulan basah
rata-rata 9 bulan-
Jumlah bulan kering
rata-rata 3 bulanFaktor
pembatas pertanaman kopi arabika di Toba adalah curah hujan yang tinggi dan
merata sepanjang tahun, kondisi ini mempengaruhi perilaku pembungaan dan
pembuahan. Adapun
kondisi tanah yang sesuai untuk pertanaman kopi arabika adalah gembur dengan
sifat-sifat fisik baik, drainase baik, kemasaman tanah (pH) antara 4,7-5,3, subur dengan
lapisan topsoil >30 cm. Sebagian besar tanah di kawasan produksi kopi
arabika di Toba memenuhi persyaratan ini. Dari
gambar peta wilayah IG Kopi Arabika Toba (terlampir),
dapat kita lihat bahwa ada 10 kecamatan dari 16 kecamatan di Kabupaten Toba
yang masuk wilayah IG Kopi Arabika Toba
yaitu Kecamatan Ajibata, Lumbanjulu, Parmaksian, Siantar Narumonda, Balige,
Tampahan, Silaen, Nassau, Borbor dan Habinsaran. Di
dalam pengusulan IG Kopi Arabika Toba, ketinggian lokasi pertanaman antara
1.000 – 1.600 mdpl, sehingga pada saat ini hanya 10 kecamatan yang memenuhi
syarat. Luas areal yang potensial untuk pengembangan budidaya
Kopi Arabika Toba di atas ketinggian 1.000 mdpl diperkirakan akan terus bertambah seiring
dengan minat dan semangat petani menanam kopi cukup tinggi. Jika terjadi
penambahan jumlah kecamatan di kemudian hari, maka akan dilakukan usulan revisi
Dokumen Deskripsi. Data
Luas Pertanaman Kopi yang masuk dalam Wilayah IG Kopi Arabika dapat kita lihat
pada tabel dibawah ini (terlampir).
Sejarah
5.1.
SejarahDi
Sumatera Utara, kopi arabika pada mulanya di tanam luas di Daerah Mandailing
sehingga dikenal dengan kopi Mandheling,
Tanaman kopi tersebut kemudian dibawa oleh para misionaris Belanda sampai ke
Tanah Batak Toba dan ditanam di dataran tinggi pinggiran Danau Toba yang
dikenal dengan nama “Kopi Arab”.
Tanaman kopi ini berkembang dengan baik di dataran tinggi sekitaran Danau Toba.
Menurut informasi dari para tetua dan tokoh masyarakat, bahwa pada saat
penjajahan Belanda, saat pembukaan jalan dari Daerah Balige ke Muara dan
Bakkara, Belanda memperkenalkan kopi kepada masyarakat untuk di tanam. Tanaman
kopi merupakan komoditi andalan Propinsi Sumatera Utara disamping komoditi
lainnya seperti kelapa sawit, kakao dan karet. Lahan pertanaman kopi arabika di
Propinsi Sumatera Utara berada di daerah dataran tinggi berkisar antara 900 m
dpl-1.650 m dpl yang tersebar di beberapa kabupaten. Lahan pertanaman kopi pada
umumnya dikelola oleh rakyat atau petani yang disebut dengan istilah perkebunan
rakyat. Selama beberapa dasawarsa terakhir ini beberapa petani kopi arabika di
wilayah Provinsi Sumatera Utara mulai mengembangkan kopi arabika berperawakan
katai. Kopi arabika katai ini dikenal
dengan ciri memiliki pupus daun berwaarna hijau dan pupus daun berwarna cokleat
kemerahan. Kopi arabika katai yang pupus berwarna hijau berasal dari Aceh
Tengah atau sering disebut “kopi ateng”,
sedangkan kopi arabika yang pupus daunnya berwarna cokelat kemerahan disebut
dengan “kopi sigarar utang”. Kopi
arabika sigararutang telah tersebar luas di beberapa kabupaten di wilayah Provinsi
Sumatera Utara seperti di Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba
Samosir, karo, Simalungun, dairi, tapanuli selatan dan Mandailing Natal. Pertanaman
kopi arabika sudah membawa dampak positif terhadap peningkatan ekonomi
masyarakat petani kopi.Kopi
arabika varietas Sigararutang merupakan jenis kopi yang dominan di wilayah
Propinsi Sumatera Utara, jenis kopi ini kemungkinan hasil seleksi alam dari
kopi katai yang ditanam petani di Sumatera Utara. Secara genetic tanaman ini
belum diketahui asal-usulnya, diduga merupakan keturunan hasil persilangan
antara varietas typica dengan varietas tipe kate yang terjadi secara alami.
Kopi Sigararutang ini diyakini sebagai sumber penghasilan (income) yang baik bagi petani, karena jenis kopi ini cepat berbuah
dan berbuah sepanjang tahun sehingga bisa digunakan keperluan ibu-ibu untuk
belanja rumah tangga sehari-hari dan juga dapat digunakan untuk membayar
hutang, hal ini lah yang menyebabkan kopi ini dijuluki sebagai kopi
sigararutang (kopi pembayar hutang).5.2.
Adat
IstiadatPada
umumnya masyarakat Toba sebelum, saat dan sesudah beraktivitas akan sesalu di
damping minuman kopi, karena masyarakat Toba telah mengenal budaya minum kopi
sejak dahulu, hal ini terbukti dari istilah kedai kopi (warung kopi) yang sudah sangat
memasyarakat. Kedai kopi merupakan tempat untuk bertukar informasi sembari
bermain catur dikalangan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.Kopi
yang diminum oleh masyarakat Toba pada umumnya adalah kopi robusta, minum kopi
arabika masih jarang. Salah satu penyebabnya adalah bahwa ada mitos di sebagian
anggota masyarakat, khusunya generasi tua yang menyatakan kopi arabika sebagai
bahan misiu, sehingga kalau diminum bisa membuat perut meledak. Namun pada
akhir-akhir ini pemahaman itu sudah mulai berubah, masyarakat khusunya generasi
muda telah menkonsumsi kopi arabika karena sudah memiliki pengetahuan tentang
komoditas kopi yang lebih baik.Di
Kabupaten Toba secara keseluruhan luas pertanaman kopi pada Tahun 2020 mencapai
5.792,47 Ha. Pengerjaan lahan tersebut membutuhkan tenaga kerja yang sangat
banyak, khusunya pada musim panen. Tanaman kopi di Toba memiliki 2 (dua) masa
musim panen raya yaitu pada bulan Apri-Mei dan bulan Oktober-Nopember. Setiap
puncak panen di lakukan 4-5 kali pemetikan dengan selang waktu 10 hari. Di luar
dua kali puncak panen tersebut tetapada buah kopi yang matang (merah) tetapi
dalam jumlah kecil yang disebut istilah “panen leles”. Petani kopi pada umumnya
menjual kopi kepada pengumpul berupa kopi merah dan/atau kopi gabah setengah
kering.Upah
tenaga kerja harian panen kopi di Kabupaten Toba pada saat ini (2020) sebesar
Rp. 85.000 selama 6 jam kerja, dengan hasil panen yang diperoleh sekitar 30 Kg
kopi merah per orang pada saat puncak panen.
Dengan tingginya upah kerja ini, maka seluruh anggota keluarga akan
bekerja di ladang kopi masing-masing dan menggaji petani yang bukan petani
kopi.
Pengolahan kopi secara tradisional pada
masyarakat Toba dilakukan secara manual, yakni buah kopi merah dikeringkan dan
setelah kering ditumbuk pada suatu wadah yang disebut lesung, sehingga
menghasilkan kopi biji (green bean).
Kopi biji digongseng dikuali dengan pemanasan dari api kayu bakar sampai matang
atau berwarna coklat kehitaman (kopi sangrai) lalu ditumbuk di dalam lesung
sampai menjadi bubuk kopi, biasanya pengolahan ini dilakukan untuk keperluan keluarga
sendiri.
Proses Produksi
6. Uraian Proses
Produksi
6.1 Budidaya
Tanaman Kopi
6.1.1
Varietas
dan Pembiakan Tanaman
Varietas
yang banyak ditanam di Toba adalah
Tipika dan S 795. Varietas –varietas ini
masih bertahan meski pun jumlahnya sangat
sedikit. Adapun varietas yang banyak
ditanam di Toba adalah kelompok Catimori, yaitu
hasil perkawinan antara Cattura
dan Bastar Timor, yang memiliki perawakan (habitus)
pendek. Varietas-varietas
keturunan Catimor yang ditanam adalah sigarar utang,
komasti dan andung sari 1.
Beberapa petani sudah mulai menanam varietas yang
memiliki perawakan tinggi,
yaitu Gayo 1 dan Gayo 2. Sampai
saat ini para petani
melakukan pembiakan tanaman secara generatif, yaitu
menggunakan biji. Cara ini
digunakan karena sifat pembungaan tanaman Kopi
Arabika adalah menyerbuk sendiri dan
mudah dilakukan.
6.1.2
Penyediaan dan
penyemaian
benih
Pemerintah
telah membangun Kebun Induk Sumber Benih Kopi Arabika pada Tahun
2018 untuk
mendukung ketersediaan benih kopi arabika di Kabupaten Tob, akan tetapi
sampai
saat ini belum
bisa di sertifikasi menjadi kebun sumber benih karena belum
cukup umur. Pada Tahun 2019,
Kabupaten Toba telah menperoleh Ijin Usaha Perkebunan
(Produksi Benih) Nomor:
520.33/410/DIS PMP PTSP/5/I.8/III/2019 (surat ijin
terlampir), sehingga sejak
Tahun 2019 Pemerintah Kabupaten Toba telah mandiri dalam
produksi
bibit kopi arabika siap tanam dan dibagikan secara gratis kepada
petani kopi
yang tergabung dalam kelompok tani. Sumber benih di peroleh dari kebun
sumber
benih Kopi Arabika Siarang-arang Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi
Sumatera
Utara.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada saat proses persiapan benih
antara
lain:
- &nb
sp;
Mutu
Benih
- &nb
sp;
Persemaian
-  
;
Pemeliharaan
-  
;
Umur
Bibit
- &nb
sp;
Ciri-ciri bibit siap
tanam
Mutu
benih sangat menetukan
keberhasilan usaha perkebunan kopi. Apabila mutu benih
tidak bagus maka akan
mengakibatkan tanaman kopi rentan terhadap hama dan
penyakit ataupun juga akan
mengalami pertumbuhan dan produksi kopi tidak sebaik
yang diharapkan. Ciri-ciri
benih yang bermutu baik adalah sebagai
berikut:
-
Benih berasal dari
sumber benih yang jelas asal
usulnya
- &
nbsp;
Benih masih baru (tidak
lebih dari 3
bulan)
- &n
bsp;
Daya kecambah benih
diatas
80%
-  
;
Tidak terdapat pea berry
(biji
lanang)
- &
nbsp;
Tidak cacat dan tidak
terserang hama
penyakit
Proses
persiapan benih bermutu adalah
dengan cara memanen
biji kopi yang sudah masak sempurna (biji merah penuh)
kemudian dikupas secara
manual ataupun menggunakan mesin pengupas (pulper)
kopi gabah yang diperoleh
kemudian direndam dalam air, dilakukan sortasi, biji
yang mengambang dipisahkan dari
biji yang tenggelam. Biji yang tenggelam
diambil, dicuci sampai lendirnya habis dan
kemudian dikering anginkan ditempat
terbuka tapi tidak boleh terkena sinar matahari
langsung.
6.1.3 Persemaian
Tahap-tahap pembuatan
persemaian Kopi
Arabika adalah:
a.
Tanah di
cangkul
sedalam 30 cm, dibersihkan dari rumput, akar, kayu dan
bebatuan
b.
Buat lubang tanah
(bak)
sedalam 15 cm dengan lebar lubang 1,2 m, sedangkan panjangnya
disesuaikan
dengan kondisi
tanah
c.
Lubang yang
sudah
dipersiapkan diisi dengan media pasir halus dengan ketebalan 15
cm
d.
Pembuatan naungan
selebar dan
sepanjang lubang (bak) yang sudah
disediakan
e.
Benih kopi
direndam
dengan air hangat selama ± 48 jam lalu ditiriskan dan disemaikan pada
bak
persemaian yang sudah dipersiapkan sebelumnya dengan halus selam 45-60
hari
f.
Penyemaian
benih
dilakukan dengan cara membenamkan benih kedalam pasir sedalam ± 1,0 cm,
jarak
tanam benih 1 x 4 cm, bagian biji yang datar diletakkan di sebalah
bawah,
kemudian ditutup pasir sampai
rata
g.
Bedengan disiram
air
secukupnya secara berkala dan jika terjadi serangan hama dan penyakit
segera
dikendalikan
h.
Setelah
kecambah
mencapai stadium daun kupu-kupu (kepelan) dipindahkan kedalam polybag
yang
sudah dipersiapkan (polybag berisi kompos dan tanah topsoil yang sudah
diaduk
merata dan di
ayak)
i.
Pemindahan benih
ke
polybag dilakukan dengan menggunakan alat pencongkel dari bambu agar
akar
tunggang tidak putus, jika terjadi akar tunggang yang bengkok harus
dipotong
diatas titik
bengkok
j.
Polybag ditata
rapi di
areal pembibitan yang sudh dipersiapkan yang diberi naungan yang
menggunakan
sarlon net (para net).
6.1.4 Pemeliharaan
bibit
Pemeliharaan
pembibitan dilakukan antara lain sebagai
berikut:
a.
Penyiraman,
dilakukan
sebanyak 2 kali
sehari yaitu pada pagi dan sore hari, kecuali hari
hujan.
b.
Pengendalian gulma
dilakukan
sesuai kebutuhan secara
manual.
c.
Pemupukan
dilakukan
sebanyak 2 bulan sekali dengan dosis pupuk tergantung kebutuhan
tanaman.
d.
Pengendalian hama dan
penyakit dilakukan secara terpadu
sesuai dengan
kebutuhan
e.
Bibit yang
dalam
polybag dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur sekurangnya 6 bulan
sejak
pemindahan ke
polybag.
f.
Syarat bibit kopi
siap
tanam adalah umur bibit minimum 6 bulan dan maksimum 12 bulan (1
tahun)
semenjak penanaman di polybag, jumlah daun normal 6 – 8 daun, tinggi bibit
˃ 30
cm dan bibit sudah mengeluarkan minimum 1 (satu) cabang
primer.
6.2
Persiapan
Lahan Untuk Penanaman
6.2.1 Pembukaan Lahan
Saat pengerjaan tanah kita
harus
memperhatikan keadaan tanah, baik mengenai tingkat kesuburan tanah,
tirai
tanahnya dan bekas tanaman dilahan tersebut. Jenis tanah yang subur
pertanaman
kopi dapat langsung ditanami pada saat tanah dalam keadaan basah, tetapi
apabila
tanah kurang subur, maka perlu dikembalikan kesuburan tanah tersebut
dengan
cara hijaunisasi.
Dengan kemajuan mekanisasi pertanian,
pengolahan lahan
dapat dilakukan dalam waktu cepat dan optimal dengan
menggunakan alat dan mesin
pertanian. Pembukaan lahan baru dianjurkan untuk
mengolah tanah secara keseluruhan
dengan tujuan untuk menggemburkan tanah dan
membalikkan tanah agar tanah menjadi
gembur dan mudah dikerjakan.
Lahan untuk pertanaan kopi arabika
disiapkan minimal
8 bulan sebelum bertanam. Setelah lahan diolah dan
dibersihkan dari sisa-sisa
tanaman, selanjutnya dilakukan penetapan ajir
tanaman dan diikuti dengan pembuatan
teras dan lubang tanam. Pembersihan lahan dengan cara membakar tidak
di
anjurkan karena akan mengurangi kesuburan tanah. Lahan yang miring perlu
dilakukan
pembuatan teras dan pembuatan rorak untuk mencegah erosi yang dapat
mengakibatkan
hilangnya lapisan tanah atas (topsoil)
sehingga kesuburan tanah akan cepat menurun.
Membuat teras dapat dilakukan
dengan
cara:
a.
Pada lahan
dengan kemiringan
˂15% cukup dibuat teras individu yang di ikuti pembuatan guludan
atau pematang
penahan
air.
b.
Pada lahan
dengan
kemiringan ˃15% harus dibuat teras bangku yaitu dengan cara memotong lereng
dan
meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk seperti bangku yang
tersusun
keatas atau bertangga.
Pada tanah yang mudah
longsor perlu ditanami
pohon penguat pada bibir teras. Rorak atau lubang angina
dibuat setelah bibit
ditanam dan diutamakan pada lahan yang miring. Teras
dibuat sejajar dengan kontur
tanah yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran
lahan dan antara rorak yang satu
dengan rorak lain disebut.
6.2.2 Pembuatan Lubang Tanam
a.
Lahan dibersihkan dari
semak, hasil pembersihan
dikumpulkan di suatu tempat sebagai bahan kompos, dan
dihindari pembakaran dari
sisa-sia hasil tebasan.
b.
Lahan yang sudah
dibersihkan
dilakukan pemancangan dan pengajiran sesuai tata tanam
yang
dirancang.
c.
Pembuatan lubang dibuat
dengan ukuran
minimum 60 cm x 60 cm x 60 cm.
d.
Lapisan tanah atas (top soil)
dikumpulkan pada satu sisi dan
terpisah dari tanah lapisan bawah, tanah lapisan atas
kelak dikembalikan
kelubang tanam setelah dicampur dengan kompos dan pupuk
dasar
e.
Lubang dibuat 2-6 bulan
sebelum bibit kopi
ditanam.
f.
Pada lubang tanaman
diberikan pupuk dasar
berupa kompos 5,0 Kg sampai 10,0Kg per lubang atau pupuk
SP36 sebanyak 150 gr per
lubang.
g.
Penutupan lubang
dilakukan 2 – 3 minggu sebelum
bibit di tanam.
h.
Jarak tanam dibuat
bervariasi sesuai maksud
dan tujuan masing-masing petani untuk tanaman
monokultur atau tumpangsari. Jarak
tanam yang sering dipakai petani adalah 2 m
x 3 m, 2 m x 4 m, 2.5 m x 3 m dan 3 m x
3 m
6.2.3 Penanaman Pohon Pelindung
Tanaman
pelindung sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kopi, serta mutu
cita rasa kopi.
Tanaman pelindung antara lain berfungsi untuk mengatur
intensitas penyinaran yang
cocok untuk tanaman kopi (sekitar 60%), mengurangi
risiko serangan embus upas
(frost),
sumber bahan organik untuk pupuk atau pakan ternak, menekan pertumbuhan
gulma,
sumber kayu bakar (energi terbarukan), mengurangi serangan hama dan
penyakit
tanaman, sebagai tanaman penjalar (vanili, lada, dll.), menjaga
keragaman
hayati, serta mengurangi risiko pemanasan global. Cara mengurangi pengaruh
negatif
tersebut semaksimal mungkin yaitu dengan menanam
pohon penaung yang
memiliki sifat-sifat antara lain perakaran dalam sehingga
tidak menjadi saingan hara
dan air dengan tanaman kopi, tidak menjadi inang
bagi hama/penyakit tanaman kopi,
mampu mengikat unsur Nitrogen dari udara,
menghasilkan banyak bahan organik (hijauan
ternak), menghasilkan kayu bakar,
dan memberikan nilai ekonomi untuk menambah
pendapatan petani.
Di
Kabupaten Toba sangat jarang menggunakan tanaman penaung
sementara, hal ini
karena sifat curah hujan yang merata sepanjang tahun dan sering
sekali berawan.
Tanaman naungan tetap banyak digunakan petani kopi di Toba adalah
sengon (Albizia falcataria), gamal (Gliricidea sp.), Lamtoro (Leucaena sp.), dan
dadap (Erythrina sp.). Penanaman naungan
dilakukan 4 - 6 bulan sebelum bibit kopi
ditanam. Sistem tanam tanaman naungan
disesuaikan dengan sistem pertanaman kopi,
dengan arah Utara – Selatan.
Perbandingan pohon naungan dengan tanaman kopi di
Toba adalah 1:10.
Pada
tanah miring yang menggunakan teras tanaman naungan
ditanam pada pinggiran
teras untuk memperkuat teras. Letak tanaman naungan berada
diantara barisan
tanaman kopi. Setelah tanaman penaung berumur sekitar 1 tahun,
perlu dilakukan
pengaturan naungan dengan tujuan untuk memberikan cukup cahaya
matahari pada
tanaman kopi agar dapat merangsang pertumbuhan generatif tanaman
kopi,
memperbaiki aerasi (pertukaran udara) dalam tajuk tanaman kopi,
mengatur
kelembaban udara di dalam areal pertanaman. Kelembaban udara yang
tertalu
tinggi dapat menyebabkan keguguran buah dan mendorong perkembangan
penyakit
tanaman. Pengaturan naungan dapat
dilakukan dengan cara mengurangi
kerapatan cabang dan daun tanaman penaung dan
penjarangan tanaman untuk mengurangi
populasi tanaman penaung. Penjarangan dilakukan
secara sistematis apabila pohon kopi
telah saling menutup dan tumbuh baik.
Populasi akhir tanaman penaung dipertahankan
300 – 600 pohon per
hektar.
6.3
Persiapan Tanam dan
Penanaman
a.
Sebelum bibit ditanam
perlu
dilakukan pengajiran ulang agar tanaman kopi memiliki jarak tanam yang
tepat dan
lurus seperti yang direncanakan.
b.
Bibit ditananam pada
saat
musim hujan dan tanaman penaung sudah berfungsi.
c.
Penanaman
bibit
dilakukan sedalam 30 cm, bagian dasar polybag dipotong setebal 1,0 cm
untuk
mencegah terjadinya akar tunggang bengkok, dan selanjutnya polybag
dibuka.
d.
Polybag bekas
selanjutnya ditaruh di ajir lubang tanam
untuk memastikan bahwa polybag benar
benar sudah dilepas dari bibit dan dikumpulkan
agar tidak menjadi bahan
pencemar lingkungan.
e.
Penyulaman
dilakukan
1–2 bulan setelah tanam, dengan menggunakan bibit yang seumur dengan
bibit yang
ditanam di areal pertanaman.
f.
Bibit untuk
penyulaman
perlu disediakan sebanyak 5% dari jumlah bibit yang
ditanam.
6.4 Pemeliharaan
Tanaman
6.4.1 Pemupukan
Pupuk
sangat bermanfaat untuk menghasilkan
kondisi tanaman yang sehat, meningkatkan
daya tahan tanaman terhadap lingkungan dan
serangan organisme pengganggu
tanaman (OPT), meningkatkan jumlah dan kualitas
produksi tanaman, dan
mengurangi fluktuasi produksi setelah panen raya. Efek
pemupukan terhadap
produksi tanaman baru terlihat pada tahun kedua setelah
pemupukan, karena pada
tahun pertama pupuk digunakan untuk pertumbuhan vegetatif.
Pemupukan dilakukan
berdasarkan kriteria lima tepat, yaitu: tepat jenis, tepat
dosis, tepat waktu,
tepat tempat, dan tepat cara.
Dosis
pupuk ditentukan
berdasar umur tanaman, produktivitas tanaman, serta kondisi
tanah dan iklim. Waktu
pemberian pupuk adalah 3 kali per tahun, yaitu setiap 4
bulan sekali. Pupuk
diberikan pada jarak sekitar 75 cm dari pangkal batang
secara melingkar. Alur untuk
penempatan pupuk dibuat sedalam ± 5 cm. Dosis umum
pemupukan yang digunakan seperti
tertera pada Tabel berikut.
Tata
cara pemupukan juga sangat berpengaruh
terhadap kesuburan tanah, cara pemupukan
dianjurkan agar telebih dahulu membuat
rorak. Rorak dibuat dengan cara menggali
tanah disekitar tanaman dengan jarak kurang
lebih 60 cm dari batang kopi,
panjang rorak 125 cm, lebar 40 cm, dan kedalam 40 cm.
Contoh pembuatan rorak
dapat dilihat pada gambar 16.
6.4.2
Pemangkasan
Pemangkasan
tanaman kopi bertujuan untuk menjaga agar pertanaman kopi
produktif dan
berkelanjutan dengan upaya sebagai berikut:
a.
Memperoleh
cabang-cabang buah yang baru secara berkelanjutan dan dalam jumlah yang
optimal.
b.  
;
Membentuk tanaman agar
tetap rendah sehingga memudahkan pemeliharaan dan
panen.
c. &
nbsp;
Mempermudah masuknya
cahaya kedalam tanaman kopi untuk merangsang pembentukan
bunga.
d.
Membuang cabang-cabang
tua yang tidak/kurang produktif, agar zat hara dapat
disalurkan kepada cabang
muda yang lebih
produktif.
e. &nb
sp;
Mempermudah
pengendalian
hama/penyakit.
f.  
;
Mengurangi terjadinya
fluktuasi produksi yang
tajam.
g.
Mengurangi risiko
karena kekeringan.
Cara pemangkasan kopi Arabika
dilakukan
dengan dua cara yaitu pangkas batang tunggal (terutama untuk
varietas-varietas
tipe tinggi) dan pangkas batang ganda (terutama untuk
varietas-varietas tipe
pendek). Pemangkasan pada tanaman kopi ada 3 macam
yaitu:
a. &
nbsp;
Pangkas bentuk,
bertujuan untuk membentuk kerangka pohon menjadi bentuk yang
diinginkan,
meliputi pemotongan ujung/pucuk tanaman dan cabang pohon. Pangkas bentuk
pada
tanaman kopi Arabika, dilakukan dengan memenggal ujung/pucuk tanaman
pada
ketinggian antara 160 –180 cm dari permukaan tanah. Untuk tanaman yang
lemah,
pemenggalan dilakukan 2 –3 kali, yaitu dengan menumbuhkan batang susulan
yang
disebut bayonet. Bayonet ditumbuhkan dari tunas air (wiwilan) yang paling
atas.
Tinggi bayonet pertama antara 120 –140 cm, dan bayonet kedua antara 160
–180
cm. Pembuangan wiwilan yang tidak dipelihara dilakukan secara berkala,
pada
saat tunas masih muda dan lunak sehingga dapat dibuang secara
manual.
b. &n
bsp;
Pangkas produksi,
bertujuan untuk
mendapatkan keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan generatif,
meliputi pemotongan
cabang-cabang tidak produktif. Pangkas produksi meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
·
Pemangkasan cabang
adventif (cabang
balik, cabang cacing) dan cabang tua yang disebut
tidak
produktif.
·
Pemangkasan
cabang
“laki-laki‟ (cabang yang tumbuh ke
atas),
·
Pemangkasan wiwilan
pada waktu tanaman
masih kecil.
·
Pemangkasan cabang yang
terserang
hama/penyakit dan cabang kering.
Pangkas produksi
dilakukan 3 – 4 kali setahun,
yaitu pada awal musim hujan dan pada pertengahan
musim
hujan.
c. &
nbsp;
Pangkas rejuvenasi
(pangkas peremajaan), bertujuan untuk mempermudah
batang/tanaman, sekaligus untuk
meremajakan tanaman yang sudah tua. Pangkas
rejuvinasi dilakukan dengan
memotong batang (stump) setinggi 40 cm dari tanah pada
menjelang musim
hujan. Di antara sejumlah wiwilan yang tumbuh hanya dipelihara 1
–2 batang saja
yang terbaikbaik untuk selanjutnya dipelihara menjadi batang
pengganti. Tanah
disekeliling tanaman yang telah dipangkas peremajaan dicangkul dan
dipupuk
untuk merangsang pertumbuhan tanaman. Pemangkasan rejuvenasi
sebaiknya
dilakukan pada akhir suatu panen besar, agar bisa memperkecil
pengurangan
produksi.
6.5
Pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
6.5.1 Penggerek Buah Kopi
(Hypothenemus
hampei Ferr) atau PBKo
Hama
ini mengakibatkan biji kopi berlubang
dan terjadinya cacat citarasa.
Pengendalian hama ini dilakukan dengan
tindakan-tindakan sanitasi, kultur
teknis, menggunakan perangkap, dan menggunakan
musuh alami. Sanitasi dimasudkan
untuk memutus daur hidup PBKo dengan cara melakukan
petik bubuk, lelesan, dan
racutan. Petik bubuk memetik buah-buah kopi yang masak
awal, baik yang
terserang PBKo maupun tidak. Buah-buah hasil petik bubuk direndam
dalam air
panas (60°c) selama 5 menit untuk membunuh larva yang terdapat dalam buah
kopi.
Lelesan, yaitu pemungutan semua buah kopi yang jatuh di tanah, baik
yang
terserang PBKo maupun tidak. Racutan, yaitu tindakan memetik semua buah
kopi
yang berukuran lebih dari 5 mm pada saat akhir panen.
Pengendalian
PBKo
secara kultur teknis dilakukan dengan cara pengaturan naungan. Naungan
yang gelap
menyebabkan intensitas serangan PBKo, oleh karena itu perlu
dilakukan pengelolaan
tajuk tanaman penaung yang baik agar dapat meningkatkan
masuknya sinar matahari dan
memperbaiki aerasi di dalam tajuk tanaman kopi.
Pengendalian dengan cara menggunakan
perangkap sudah mulai banyak dilakukan
oleh para petani. Alat perangkap dan atraktan
yang banyak digunakan adalah
Brocap Trap dan Hypotan.
Musuh
alami yang digunakan
untuk pengendalian PBKo di Tanah Karo adalah jamur Beuveria bassiana. Dosis yang
digunakan
adalah 2,50 kg biakan padat per ha dan penyemprotan sebaiknya dilakukan
pada
sore hari.
6.5.2 Kutu coklat (Saesetia coffeae)
Hama
ini merusak
jaringan tanaman kopi yang masih muda dengan cara menusuk dan
menghisap cairan,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan
tanaman. Kutu ini
mengeluarkan cairan gula, yang mengundang semut untuk datang
dan membantu penyebaran
telur. Pengendalian dilakukan langsung terhadap kutu
maupun terhadap semut untuk
mencegah penularan ke tanaman lain.
Pengendalian
terhadap kutu dilakukan secara
kultur teknis melalui pengaturan pohon pelindung
untuk menjaga kelembaban udara di
areal pertanaman tidak kurang dari 70 %.
Pengendalian secara kimia menggunakan
pestisida sistemik misalnya yang berbahan
aktif methidathion dan
BBMC.
Pengendalian semut dilakukan secara kimia insektisida butiran
atau
tepung berbahan aktif carbofuran.
6.5.3 Penggerek batang merah
(Zeuzera coffeae)
Larva
Zeuzera coffeae menggerek batang
tanaman kopi yang masih
muda (± 3 tahun), adapun gerekannya melingkar sehingga
batang di bagian atas akan
mati dan mudah patah. Pengendalian dilakukan dengan
dengan cara mekanis, yaitu
memotong batang yang terserang. Batang terserang
yang sudah dipotong dibelah dan
dicari larvanya kemudian dibunuh.
6.5.4 Penyakit karat daun
(Hemileia vastatrix)
Penyakit
ini sangat merugikan karena daun yang terserang
parah akan gugur sehingga pohon
kopi menjadi gundul dan berakibat pada penurunan
produksi dan mutu, bahkan
tanaman dapat mati. Pengendalian penyakit karat daun
dilakukan dengan cara-cara
sebagai
berikut:
-
Menanam
varietas-varietas kopi Arabika yang tahan dan/atau
toleran terhadap penyakit
karat daun misal Andungsari 1, Komasti, Sigarar Utang,
Gayo 1, dan Gayo
2.
-
Penanaman kopi
menggunakan pohon penaung, karena pada penyakit
ini akan berkembang lebih baik
pada tanaman kopi yang terbuka yang mendapatkan sinar
matahari penuh. Penggunaan
fungisida secara selektif dapat juga dilakukan dengan
sangat hati-hati.
Fungisida yang banyak digunakan adalah yang mengandung tembaga
(Cu). Sedangkan
fungisida sistemik yang dapat digunakan adalah yang berbahan aktif
triadimefon
dan triadimenol. Penggunaan pestisida sistemik hanya dibenarkan maksimum
2 kali
dalam setahun.
6.5.5 Penyakit jamur upas (Corticium
salmonicolor)
Jamur
upas dapat menyerang batang, cabang, dan/atau ranting mulai
pada bagian bawah.
Serangan yang parah dapat mematikan tanaman. Gejala serangan
berupa kerak yang
berwarna merah jambu, dan pada tingkatan serangan berikutnya kulit
dibawah
kerak membusuk, dan jamur terlihat berwarna merah pada sisi yang lebih
kering.
Penyakit ini banyak dijumpai di Toba, khususnya pada kebun-kebun yang
tidak
terawat baik. Pengendalian penyakit ini dilakukan antara lain dengan
cara:
- &nb
sp;
Memangkas tanaman
pelindung atau mengurangi ranting kopi yang
tidak
produktif.
- &nbs
p;
Membakar batang,
cabang, dan ranting yang terinfeksi
untuk mencegah
penularan.
- &nbs
p;
Cabang yang terserang
pada tinkat gawal (tingkat sarang
laba-laba) diolesi dengan fungisida Calixin
RM.
6.5.6
Penyakit bercak hitam (Cercospora caffeicola)
Penyakit ini dapat dijumpai
di
pembibitan maupun di pertanaman dengan gejala awal berupa bercak-bercak
berwarna
coklat kemerahan dan selanjutnya bercak akan berwarna hitam pada
permukaan-permukaan
daun, ranting muda, dan buah. Serangan yang lebih parah
biasanya terjadi pada
organ-organ tanaman yang mendapat sinar matahari penuh.
Serangan pada buah
menyebabkan kulit mengering dan keras sehingga sukar
dikupas. Pengendalian penyakit
ini dilakukan dengan
cara:
- &nb
sp;
Secara kultur teknis
menanam tanaman penaung di ladang
pertanaman kopi dan memasang para net (atap
sarlon) di
pembibitan.
- &nb
sp;
Secara mekanis
mengumpulkan organ-organ tanaman yang
terserang dan dibakar untuk mencegah
perluasan
infeksi.
-
Secara kimiawi
dilakukan penyemprotan fungisida yang
mengandung bahan aktif tembaga (Cu)
dan/atau
mankozeb.
6.5.7 Penyakit akar coklat (Fomes noxius) dan
penyakit akar hitam (Rosellinia bunodes)
Jamur akar coklat dan jamur akar
hitam
biasanya hanya menyerang akar tunggang dan akar yang besar. Tanaman
yang
terserang daunnya tampak menguning selanjutnya rontok dan tanaman
mati.
Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan cara tanaman yang terserang
parah
dibongkar sampai ke akar-akarnya dan dibakar. Dibuat lubang isolasi pada
pohon
yang telah dibongkar. Pada bekas tanaman yang dibongkar, ditaburkan
belerang
sebanyak 150 –200 gram/ lubang.
6.5.8 Penyakit
rebah
batang (Rizoctonia solani) di
pembibitan
Rebah batang (dumping off)
merupakan penyakit yang berbahaya di pembibitan karena
dapat menular dalam waktu
singkat dan menyebabkan kematian bibit. Pengendalian
penyakitnya dilakukan dengan
cara:
- &nb
sp;
Menjaga kebersihan
tempat pembibitan, mengatur sinar matahari
(tidak terlalu gelap), dan
memberikan aerasi yang
baik.
- &nb
sp;
Pencegahan dilakukan
dengan aplikasi fungisida tembaga setiap
tiga hari sekali, dan jika sudah
terlihat timbul gejala serangan dilakukan
penyemprotan dengan fungisida
berbahan aktif
mankozeb.
6.5.9
Pengendalian Gulma
Gulma
adalah
tanaman-tanaman yang tidak dikehendaki keberadaannya dalam areal
pertanaman, karena
menyebabkan persaingan dalam mendapatkan hara dan air serta
dapat menjadi inang hama
dan penyakit yang dapat mempengaruhi tanaman utama.
Gulma merupakan OPT penting di
Kabupaten Toba karena pertumbuhannya sangat
cepat sebagai akibat sifat curah hujan
yang merata sepanjang tahun.
Pengendalian gulma dianjurkan secara
manual dan
mekanis secara hati-hati agar tidak sampai merusak tanaman kopi.
Penyiangan
dilakukan sebanyak 5 – 6 kali/tahun. Pengendalian secara kultur
teknis dilakukan
dengan menggunakan tanaman penaung, khususnya untuk
mengendalikan gulma-gulma keras
seperti alang-alang dan rumput-rumput menahun.
Pengunaan
Herbisida tidak
dianjurkan di kelompok tani Kopi Arabika Toba. Hal tersebut
dimaksudkan untuk
menjaga kelestarian alam dan lingkungan demi kesinambungan
usaha sekaligus
menghindari terjadinya cemaran herbisida pada kopi biji.
Kalaupun harus menggunakan
herbisida yang sementara ini masih bisa ditolerir,
maka sifatnya insidentil dan
hanya menggunakan herbisida kontak dengan dosis
anjuran serta tidak boleh mengenai
tanaman
kopi.
7 &nb
sp;
Panen
dan Pengolahan Pasca
Panen
7.1.
Panen
Kopi
Arabika mulai berbunga pada umur kurang
lebih 2 tahun. Tanaman
kopi berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga
sepanjang tahun juga petani
dapat memanennya. Jangka waktu berbunga
sampai
menjadi buah masak memerlukan waktu 7-12 bulan. Masa panen
puncak kopi Arabika
di Kabupaten Toba terjadi
dua kali dalam satu tahun, yaitu puncak pertama terjadi
pada bulan Maret sampai
April dan puncak panen kedua biasanya terjadi pada bulan
Oktober–November. Di
antara kedua puncak tersebut terdapat panen selang yang
jumlahnya sedikit.
Panen kopi biasanya dilakukan oleh para petani setiap dua minggu
sekali.
Pemanenan
dilakukan secara manual dengan memetik buah yang masak saja,
berwarna merah
tua, agar dapat menghasilkan kopi yang berkualitas. Pemetikan
dilakukan secara
hati-hati agar tidak ada bagian pohon/cabang/ranting yang rusak.
Buah yang
dipanen harus segera diproses pada hari yang sama untuk menghindari
terjadinya
fermentasi yang dapat menyebabkan munculnya aroma tidak enak dan jamur
yang
akan menurunkan mutu kopi.
Sortasi
kematangan buah dilakukan dengan
memisahkan buah masak normal dengan buah–buah
lain seperti buah busuk, buah hitam,
buah mentah, buah kering, dan kotoran.
Buah yang dapat diolah menjadi Kopi Arabika
Toba adalah buah-buah yang minimal
90 % merah dengan maksimal tercampur 8% buah yang
kuning, tanpa ada buah hijau,
buah hitam, buah busuk dan buah berlubang. Sortasi
selanjutnya dilakukan dengan
cara merendam buah di dalam air. Buah-buah yang
mengambang dipisahkan dan
diolah tersendiri menjadi kopi dengan kualitas rendah.
Hanya buah kopi yang
tenggelam saja
yang dapat diolah menjadi Kopi Arabika
Toba.
7.2
Pengola
han Pasca Panen
Hulu
Pengolahan pasca panen hulu dimaksudkan
untuk mengolah buah
kopi hasil petik menjadi kopi biji (green bean). Pengolahan
pasca panen hulu
menggunakan cara olah basah giling basah (OBGB) atau sering
disebut dengan istilah
wet hulled,
ada pula yang menyebut semi washed atau semi dried dan dengan
cara olah
basah giling kering (OBGK) atau disebut juga dengan istilah Full
wash.
7.2.1
Proses Olah Basah
Giling Basah (OBGB)
a.
Buah
kopi merah (buah
kopi merah harus minimal 90%, maksimal 10% buah kopi kuning) yang
sudah melalui
sortasi kematangan buah dan sortasi perendaman, selanjutnya dikupas
kulit
merahnya menggunakan alat pengupas kulit atau
pulper.
b.
Biji kopi berkulit
tanduk basah ditampung dalam wadah dan selanjutnya dimasukkan
ke dalam karung.
Kulit merah hasil pengupasan dikumpulkan untuk dijadikan kompos
yang akan
digunakan untuk memupuk tanaman
kopi.
c.
Biji kopi berkulit
tanduk basah yang telah dimasukkan ke dalam karung disimpan
selama sekitar (12-36) jam agar
terjadi
fermentasi.
d.  
;
Biji berkulit tanduk
basah yang sudah selesai difermentasi selanjutnya
dicuci dengan air bersih
sampai kulitnya terasa kesat. Air yang digunakan adalah air
yang mengalir.
Apabila tidak terdapat sumber air yang mengalir, pencucian dilakukan
secara
bertahap minimal pada tiga wadah pencucian yang berisi air bersih. Pada
saat
pencucian biji-biji yang mengapung
dipisahkan.
e. &n
bsp;
Biji berkulit tanduk
basah yang sudah dicuci bersih selanjutnya dijemur
beralaskan terpal atau
para-para atau diatas lantai jemur yang bersih. Selama
penjemuran dilakukan
pembalikan beberapa kali agar biji kering
merata.
f.
Dalam kondisi mendung
atau hujan dan malam hari jemuran diangkat dan
diangin-anginkan di
tempat
beratap.
g. &nb
sp;
Pengeringan selesai
setelah biji kopi dijemur atau dikeringkan selama
1–2 hari. Pada saat itu kadar
air pada kulit tanduk biji telah mencapai sekitar
(35-40) %, tetapi kadar air
pada biji kopi bagian dalamnya atau yang disebut juga
biji labu masih sekitar (35-40) %. Biji kopi tanduk
yang dihasilkan pada tahap ini
disebut biji kopi tanduk setengah
kering.
h.
Pengolahan buah kopi
merah menjadi biji kopi tanduk setengah kering umumnya
dilakukan langsung oleh
petani. Selanjutnya kopi tanduk setengah kering dijual ke
pengumpul hasil atau
kepada pedagang.
i. &
nbsp;
Di UPH (Unit Pengolah
Hasil), biji kopi tanduk setengah kering, selanjutnya
digiling untuk memisahkan
kulit tanduk menggunakan mesin huller.
j. &
nbsp;
“Kopi labu‟ (kopi biji
basah) yang dihasilkan selanjutnya dijemur
menggunakan alas terpal atau
para-para sampai mencapai kadar air mencapai 12 %. Kopi
biji (green bean) yang dihasilkan
melalui proses ini terlihat berwarna hijau
kebiruan.
k. &nbs
p;
Kopi biji yang belum
disortasi seringkali disebut dengan istilah kopi asalan.
Kopi asalan (samsam)
selanjutnya disortasi untuk memperoleh ukuran yang seragam dan
memilahkan
biji-biji cacat untuk mendapatkan tingkat Mutu 1 (menurut SNI) dan nilai
uji
citarasa minimum 80 (standar
SCA).
l. &n
bsp;
Selanjutnya kopi biji
mutu 1 (grade 1) setelah dinyatakan lulus
pemeriksaan kebenaran asal dan
kebenaran mutu oleh Tim Pengawas Mutu (TPM),
dimasukkan kedalam karung baru
yang bersih bertanda IG Kopi Arabika Toba. Ukuran
kemasan disesuaikan dengan
permintaan konsumen.
m.
Kopi yang telah
dikemas
selanjutnya dikirim kepada pemesan, atau diambil oleh pembeli, atau
disimpan
dalam gudang penyimpanan untuk
persediaan.
7.2.2
Proses Olah Basah
Giling Kering (OBGK)
a.
Buah
cherry yang
dipanen direndam terlebih dahulu dan melakukan sortir terhadap biji
yang
terapung dan tenggelam, lalu dikupas dengan menggunakan alat pengupas
(pulper)
b.  
;
Gabah kopi selanjutnya
direndam di bak atau ember selama 12, 24, atau 36 jam
untuk proses
fermentasi
c. &nb
sp;
Setelah proses
fermentasi, gabah kopi dicuci dengan air bersih kemudian dijemur
di para-para
atau diatas terpal di lantai jemur dalam rumah penjemuran (greenhouse)
sampai kadar air
12-13%.
d.
Untu
k memperoleh
Kopi Beras, kopi gabah di kupas menggunakan mesin huller dan dijemur
kembali sampai
kadar air mencapai 12
%.
e.
Kop
i biji yang belum
disortasi seringkali disebut dengan istilah kopi asalan. Kopi
asalan (samsam)
selanjutnya disortasi untuk memperoleh ukuran yang seragam dan
memilahkan
biji-biji cacat untuk mendapatkan tingkat Mutu 1 (menurut SNI) dan nilai
uji
citarasa minimum 80 (standar
SCA).
f. &n
bsp;
Selanjutnya kopi biji
mutu 1 (grade 1) setelah dinyatakan lulus pemeriksaan
kebenaran asal dan
kebenaran mutu oleh Tim Pengawas Mutu (TPM), dimasukkan kedalam
karung baru
yang bersih bertanda IG Kopi Arabika Toba. Ukuran kemasan disesuaikan
dengan
permintaan konsumen.
g.
Kopi
yang telah dikemas
selanjutnya dikirim kepada pemesan, atau diambil oleh pembeli,
atau disimpan
dalam gudang penyimpanan untuk persediaan.
Secara
umum
masyarakat
petani kopi Arabika Toba menggunakan mesin pengupas kulit merah yang
dinamakan
pulper dan mesin pengupas kulit tanduk yang disebut deng huller.
7.3
Penyimpanan
kopi beras
(green bean)
a.
Penyimpanan dalam
bentuk kopi
biji (green bean) dilakukan
dalam kemasan karung yang baru dan bersih dalam ruangan
yang beraerasi baik,
beralas papan (pallet) dan tumpukan tidak menyentuh dinding
gudang.
b.
Gudang penyimpanan
bebas dari barang-barang bukan
kopi, benda-benda berbau tajam, serta binatang
(tikus, serangga, dan lain
sebagainya).
c.
Barang yang masuk,
disimpan, dan keluar dari
gudang dicatat dengan
baik.
7.4
Pengola
han
Pasca Panen Hilir
7.4.1
Pengolahan kopi
sangrai
(roasting)
a.
Kopi yang akan di
sangrai adalah kopi beras (green bean) yang telah
lulus pengujian mutu Kopi
Arabika Toba oleh Tim Pengawas Mutu (TPM), dan secara
fisik tergolong ke dalam
Mutu 1 dan mutu 2 menurut SNI dengan skor
citarasa minimum
80 (tergolong mutu
spesialti).
b. &n
bsp;
Alat sangrai yang
digunakan harus memenuhi syarat keamanan pangan (food grade)
dan
bersih.
c.
Derajat sangrai mulai
dari sedang berwarna terang (medium light)
sampai dengan
tua berwarna tua gelap (dark)
sesuai dengan permintaan pasar masing-masing produsen,
umumnya kopi Arabika
Toba disangrai sampai mencapai derajat sangrai sedang berwarna
gelap atau
derajat sangrai tua berwarna terang.
d.
Kopi
sangrai yang telah
mencapai derajat sangrai yang diinginkan, selanjutnya didinginkan
pada
suhu
kamar.
e. &
nbsp;
Setelah kopi sangrai
dingin dan dikering anginkan pada suhu kamar selama 6
– 8 jam, pada saat ini
dilakukan sortasi terhadap biji-biji kopi sangrai yang
mutunya kurang bagus.
f.
Biji kopi sangrai yang
telah selesai dikering anginkan siap untuk dikemas atau
digiling menjadi
kopi
bubuk.
g. &
nbsp;
Sebelum dikemas atau
digiling menjadi bubuk kopi sangrai diambil contoh dan
dilakukan uji mutu fisik
dan
citarasa.
h. &nbs
p;
Pengemasan kopi sangrai
dilakukan dalam berbagai ukuran sesuai dengan yang
dikehendaki pasar
menggunakan aluminium foil yang
memenuhi syarat keamanan pangan.
i. &
nbsp;
Untuk kemasan kopi
sangrai dalam waktu lebih dari 1 bulan menggunakan kemasan
yang dilengkapi
dengan kelep (valve) agar mutu
citarasanya bertahan lebih
lama.
j. &n
bsp;
Pada kemasan kopi
sangrai dicantumkan tanda Indikasi Geografis, dan
tanda atau logo
lainnya.
k.  
;
Kopi sangrai yang telah
dikemas selanjutnya dikirimkan kepada pembeli atau
diambil oleh pemesan. Kopi
sangrai yang tidak langsung dijual disimpan untuk
persediaan (stock).
7.4.2
Pengolahan kopi bubuk (ground
coffee)
a.
Mesin
penggiling atau
pembubuk (grinder) yang digunakan
menggunakan bahan-bahan yang
memenuhi syarat keamanan pangan dalam keadaan
bersih. Pada pengolahan tradisional
dapat juga digunakan alat berupa lesung,
alu dan
saringan
b.  
;
Tingkat kehalusan kopi
bubuk disesuaikan dengan permintaan pasar masing-masing
produsen.
c. &nbs
p;
Sebelum dikemas kopi
bubuk dikering anginkan dulu selama 1–2 jam pada suhu
kamar.
d.
Pengemasan
menggunakan
kantong plastik atau aluminium foil atau kemasan lain yang
yang
memenuhi standar keamanan pangan, adapun ukurannya bervariasi sesuai
dengan
permintaan
pasar.
e.
Pada kemasan kopi bubuk
dicantumkan tanda Indikasi Geografis, dan tanda atau logo
lainnya.
f.  
;
Kopi bubuk yang telah
dikemas selanjutnya dikirimkan kepada pembeli atau
diambil oleh pemesan. Kopi
bubuk yang tidak langsung dijual dilakukan penyimpan
sebagai persediaan
(stock).
7.5
Penyimpanan
kopi
sangrai dan kopi bubuk
a.
Pengemasan disesuaikan
permintaan
pasar dengan menjaga kualitas produk tetap fresh
dan
bersih
b.
Ruang simpan memenuhi
kaidah-kaidah keamanan
pangan.
c.
Kemasan di dalam ruang
simpan yang sudah
kedaluwarsa tidak dijual.
Kopi
yang disimpan sebelum dipasarkan dilakukan uji
citarasa terlebih dahulu.